PENGERTIAN JANJI ALLAH SWT

Jumat, 21 Januari 2011



JANGAN SAMPAI MERAGUKAN KAMU TERHADAP JANJI  ALLAH  KARENA TIDAK TERLAKSANA APA YANG TELAH DIJANJIKAN, MESKIPUN TELAH TIBA MASANYA, SUPAYA KERAGUAN ITU TIDAK MERUSAKKAN MATA HATI KAMU DAN TIDAK MEMADAMKAN CAHAYA SIR (RAHASIA ATAU BATIN) KAMU.

Doa dan janji Allah s.w.t berkait rapat. Allah s.w.t menjanjikan untuk menerima semua doa. Hamba sudah sangat kuat dan kerap berdoa. Hamba mendoakan agar diselamatkan daripada suatu musibah. Masa musibah itu sampai sudah tiba tetapi keselamatan daripadanya tidak tiba. Timbul keraguan dalam hati hamba itu tentang janji-janji Allah s.w.t.

Sebagian orang beriman diuji dengan penerimaan atau penolakan doa dan sebagian yang lain diuji dengan tertunai atau tertahan janji Allah s.w.t. Janji Allah s.w.t ada dalam bentuk umum dan ada dalam bentuk khusus. Janji umum banyak terdapat di dalam al-Quran seperti janji syurga terhadap orang yang berbuat kebajikan, janji neraka terhadap orang yang durhaka, janji ketinggian derajat bagi orang yang berjihad pada jalan Allah s.w.t, janji kekuasaan di atas muka bumi terhadap orang yang beriman dan beramal salih dan lain-lain lagi. Di dalam surah an-Nisaa’ ayat 95 Allah s.w.t  menjanjikan ganjaran yang besar kepada orang yang berjihad pada jalan-Nya. Dalam surah an-Nur ayat 55 Allah s.w.t menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal salih bahwa mereka akan dijadikan khalifah di bumi, Dia akan teguhkan agama mereka dan Dia akan hilangkan ketakutan mereka.

Banyak lagi janji Allah s.w.t yang bisa ditemui di dalam al-Quran. Janji-janji Allah s.w.t secara umumnya berkaitan dengan amal, sesuai dengan sunnatullah yang menguasai perjalanan kehidupan. Ada juga janji secara khusus kepada orang-orang tertentu, misalnya melalui mimpi atau suara ghaib. Orang yang beriman dengan Allah s.w.t percaya kepada janji-janji-Nya. Janji Allah s.w.t menjadi pendorong kepada mereka untuk bekerja kuat, beramal salih dan berjihad pada jalan-Nya. Allah s.w.t tidak sekali-kali akan memungkiri janji-janji-Nya. Di dalam golongan yang percaya kepada janji-janji Allah s.w.t itu ada sebilangan yang berpenyakit seperti yang dihadapi oleh sebilangan orang yang berdoa kepada Allah s.w.t. Orang yang berdoa membuat tuntutan dengan doanya dan orang yang percaya kepada janji Allah s.w.t membuat tuntutan dengan amalnya, karena Allah s.w.t berjanji memberinya sesuatu menurut amalannya.

Hikmat ketujuh mengaitkan janji Allah s.w.t  dengan mata hati dan Nur Sir (Rahsia atau batin). Persoalan mata hati telah disentuh pada Hikmat ke lima. Penyingkapan rahasia mata hati menemukan kita dengan persoalan diri zahir, diri batin dan seterusnya kepada persoalan roh. Suluhan mata hati membawa kepada pengenalan terhadap Alam Barzakh dan keabadian. Mata hati yang kuat tidak berhenti di Alam Barzakh, malah ia menghalau kepada peringkat alam yang lebih tinggi yang dinamakan Alam Malakut Atas. Pandangan mata hati seterusnya sampai kepada kulit alam yang dinamakan Arasy Yang Meliputi. Semua makhluk Allah s.w.t menghuni ruang yang di dalam atau dibatasi oleh kulit atau kerangka alam, yaitu Arasy. 

Tidak ada mahluk yang wujud di luar dari kulit alam. Walaupun kulit alam merupakan kejadian Tuhan yang paling luar namun, mata hati tidak berhenti. Mata hati terus menerawang ‘di luar’ dari kulit alam, yang dipanggil Wujud ketuhanan. Di sini timbul persoalan berat dan rumit untuk diuraikan. Semua kejadian berada di dalam kulit alam. Kulit alam adalah yang terakhir. Apabila sampai kepada kulit alam tidak boleh lagi dikatakan wujud alam ketuhanan di luar, selepas, di sebalik dan istilah-istilah lain, kerana tidak ada apa-apa lagi. Kewujudan ketuhanan bukanlah satu jenis alam lain. Tidak boleh dikatakan wujud alam ketuhanan selepas alam kita ini. Allah s.w.t Berdiri Dengan Sendiri, tidak menempati ruang. Jika demikian persoalannya bagaimanakah yang dikatakan ketuhanan sedangkan kita sudah menjelajah ke seluruh alam maya namun, Allah s.w.t tidak juga ditemui?

Antara alam yang sementara dengan alam abadi terdapat Alam Barzakh. Barzakh itulah yang menghubungkan dua keadaan yang berbeda. Misalnya, barzakh bagi laut dan sungai ialah muara. Air laut adalah asin dan air sungai adalah tawar. Air pada barzakh keduanya yaitu muara adalah sebagian asin dengan tawar yang dinamakan payau. Payau bukan asin dan bukan lain daripada asin. Payau juga bukan tawar dan bukan lain daripada tawar. Muara bukan laut dan bukan sungai dan bukan juga lain daripada laut dan sungai. Jika mau lihat laut dan sungai dengan sekali pandang atau sebagai satu kewujudan maka lihatlah kepada muara. Jika mau merasai asin dan tawar sekaligus maka rasailah air payau.

Jika terdapat barzakh di antara makhluk dengan makhluk, terdapat juga barzakh di antara Tuhan dengan makhluk. Barzakh inilah yang menjadi penghubung di antara Tuhan dengan hamba. Tanpa barzakh ini tidak mungkin berlaku kewujudan makhluk yang diciptakan Tuhan kerana tidak ada talian atau jembatan yang menghubung. Barzakh di antara Allah s.w.t dengan hamba itu dinamakan Sir atau Rahasia, yaitu Rahasia Allah s.w.t, yang hanya Allah s.w.t yang mengetahui hakikat yang sebenarnya. Rahasia inilah yang memungkinkan ada hubungan di antara Pencipta dengan yang di cipta. Sir atau Rahasia itu memancarkan nurnya kepada mata hati. Mata hati yang bersuluhkan  Nur Sir (rahasia ketuhanan) akan mendapat pengenalan tentang Sir dan mengalami suasana tauhid  peringkat yang tertinggi. Apabila hakikat Sir ditemui nyatalah firman Allah s.w.t:

Dan Kami adalah lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, - ( Ayat 16 : Surah Qaaf )

Dan Ia tetap bersama-sama kamu di mana saja kamu berada. ( Ayat 4 : Surah al-Hadiid )

“Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu!”( Ayat 96 : Surah as-Saaffaat )

Dan kamu  tidak dapat menentukan kemauan kamu (mengenai sesuatu pun), kecuali dengan cara yang diatur oleh Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan seluruh alam. ( Ayat 29 : Surah at-Takwiir)

Tiada daya dan upaya kecuali beserta Allah.

Apa yang ada pada kita semuanya adalah kurniaan dari Allah s.w.t. Kemauan kita untuk melakukan amal salih datangnya dari Iradat Allah s.w.t, tanpa Iradat Allah s.w.t kita akan menjadi dungu, tidak berkemauan. Apabila kita melakukan amal kebaikan, kita tidak terlepas daripada menggunakan daya dan upaya yang datangnya dari Allah s.w.t. Tanpa Kudrat Allah s.w.t kita tidak mampu bergerak. Kebisaa kita untuk berdoa dan beramal adalah kurnia daripada Allah s.w.t.

Mereka mengira dirinya berbudi kepadamu (wahai Muhammad) dengan sebab mereka telah Islam (tidak melawan dan tidak menentang). Katakanlah (kepada mereka): “Jangan kamu mengira keislaman kamu itu sebagai budi kepadaku, bahkan (kalaulah sah dakwaan kamu itu sekalipun ) Allah jualah yang berhak membangkit-bangkitkan budi-Nya kepada kamu, karena Dialah yang memimpin kamu  kepada iman (yang dakwakan itu), kalau betul kamu  orang-orang yang benar (pengakuan imannya).( Ayat 17 : Surah al-Hujuraat )


Kehendak  dan perbuatan kita adalah anugerah daripada Allah s.w.t. Jadi, apakah hak kita untuk menuntut Allah s.w.t dengan doa dan amal kita. Memang benar Allah s.w.t berjanji untuk mengabulkan semua doa dan mengurniakan sesuatu menurut amalan. Tetapi, tidak ada makhluk-Nya yang layak menagih janji tersebut. Janji Allah s.w.t kembali kepada diri-Nya Sendiri. Jangan coba-coba menuntut janji Allah s.w.t karena andainya Dia menuntut kamu dengan amanah yang dipertaruhkan kepada kamu niscaya semua amalan kamu akan hancur berterbangan seperti debu, tidak ada walau sebesar zarah pun yang layak dipersembahkan kepada-Nya apabila kamu dihadapkan kepada keadilan-Nya.

Oleh sebab itu berteduhlah di bawah payung rahmat dan keampunan-Nya, jangan diungkit-ungkit tentang amal kamu dan janji-Nya. Contohlah akhlak Rasulullah s.a.w yang telah menerima janji Allah s.w.t yaitu baginda s.a.w telah bermimpi memasuki kota Makkah. Kaum muslimin percaya bahawa mimpi Rasulullah s.a.w adalah mimpi yang benar dan mereka yakin bahwa itu adalah janji Allah s.w.t kepada Rasul-Nya, yang Dia mengizinkan mereka bersama-sama memasuki kota Makkah sekalipun kaum musyrikin Quraisy masih menguasai kota tersebut. Kaum muslimin berangkat dari Madinah ke Makkah. Rombongan mereka dihadang sebelum sampai di Makkah. Kaum musyrikin enggan memberikan izin kaum muslimin memasuki Makkah. Dari peristiwa itu termaterailah Perjanjian Hudaibiah. Rasulullah s.a.w bersetuju agar kaum muslimin tidak memasuki Makkah pada tahun itu. Saidina Umar al-Khattab r.a yakin akan mimpi Rasulullah s.a.w. Beliau r.a juga percaya bahawa mimpi Rasulullah s.a.w itu adalah janji Allah s.w.t mengizinkan mereka memasuki kota Makkah. Beliau r.a juga yakin bahawa lantaran janji Allah s.w.t adalah benar maka bertegas memasuki Makkah walaupun dengan cara berperang adalah tindakan yang benar. Beliau r.a menganjurkan agar berperang supaya kebenaran mimpi Rasulullah s.a.w dan kebenaran janji Allah s.w.t menjadi kenyataan. Iman Umar r.a yang sangat mendalam membuatnya mau maju terus menurut petunjuk yang sampai kepada beliau r.a. tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri. Saidina Abu Bakar as-Siddik yang Nur Sirnya lebih sempurna daripada Nur Sir Umar r.a bersikap menyetujui tindakan Rasulullah s.a.w mematerai Perjanjian Hudaibiah. Melalui suluhan Nur Sirnya Abu Bakar r.a dapat menyaksikan apa yang terlindung dari pandangan mata hati Umar r.a.

Kemudian ternyata perjanjian tersebut banyak memberi manfaat kepada kaum muslimin. Ternyata kebijaksanaan Rasulullah s.a.w mematerai Perjanjian Hudaibiah dan kebenaran pandangan mata hati Abu Bakar r.a melalui pancaran Nur Sirnya. Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiah, pada tahun berikutnya kaum muslimin dapat memasuki kota  suci Makkah secara aman. Benarlah apa yang dimimpikan oleh Rasulullah s.a.w dan benarlah janji Allah s.w.t. Rasulullah s.a.w menerima janji Allah s.w.t sebagai satu kurniaan yang wajib diyakini dengan cara bertawakal kepada Allah s.w.t dalam pelaksanaannya. Bila terjadi sesuatu yang pada zahirnya menghalang pelaksanaan janji Allah s.w.t itu Rasulullah s.a.w tidak menagih Allah s.w.t dengan janji tersebut, sebaliknya baginda s.a.w mengembalikannya kepada Allah s.w.t. Sebagai balasan terhadap kerelaan menerima takdir Allah s.w.t maka Allah s.w.t kurniakan pula Perjanjian  Hudaibiah yang banyak membantu perkembangan dakwah Islam. Allah s.w.t  juga tidak sekali-kali melupakan janji-Nya mengizinkan kaum muslimin menziarahi tanah suci Makkah, dengan rahmat-Nya kaum muslimin memasuki kota Makkah pada tahun berikutnya dalam suasana aman. Jadi, apabila janji  Allah s.w.t dikembalikan kepada Allah s.w.t maka Allah s.w.t melaksanakannya.

Peristiwa di atas memberi pengajaran kepada kita tentang Sir. Saidina Abu Bakar as-Siddik r.a melebihi sahabat-sahabat yang lain lantaran Sirnya, yaitu Rahasia pada hati nuraninya yang menghubungkannya dengan Allah s.w.t. Sir yang menguasainya itulah yang menjadikannya as-Siddik. Beliau r.a dapat membenarkan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w tanpa usul. Beliau r.a membenarkan peristiwa Isra' dan Mi'raj ketika kebanyakan kaum Quraisy menafikannya. Abu Bakar r.a bukanlah seorang dungu yang bertaklid secara buta tuli. Tetapi, apa yang sampai kepadanya diakui oleh Sirnya yang memperolehi pengesahan daripada Allah s.w.t. Cahaya kebenaran yang keluar daripada Rasulullah s.a.w dan cahaya kebenaran yang keluar dari Sir Abu Bakar r.a adalah sama, sebab itulah Abu Bakar r.a membenarkannya tanpa usul dan tanpa meminta bukti. Bukti apa lagi yang diperlukan apabila Sir telah mendapat jawaban daripada Allah s.w.t. Sir atau Rahasia Allah s.w.t itulah yang tidak bercerai tanggal daripada Allah s.w.t, sentiasa menghadap kepada Allah s.w.t dan mendengar Kalam Allah s.w.t. Sir itulah yang mengenal Allah s.w.t

Kemurnian Sir Abu Bakar as-Siddik r.a ternyata lagi ketika kewafatan Rasulullah s.a.w. Umar r.a yang dikuasai oleh iman yang sangat kuat yang melahirkan cinta yang mendalam terhadap Rasulullah s.a.w, Kekasih Allah s.w.t, dikuasai kecintaan itu, beliau r.a mau memancung kepala siapa saja yang mengatakan Rasulullah s.a.w sudah wafat. Tetapi, Abu Bakar r.a, yang kecintaannya terhadap Rasulullah s.a.w mengatasi kecintaan Umar r.a mampu mengatakan, “Barang siapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad sudah wafat. Dan barang siapa yang menyembah Allah s.w.t maka Allah s.w.t tidak akan wafat selama-lamanya!” Begitulah murninya cahaya atau nur  yang diterima oleh Abu Bakar r.a di dalam hatinya yang dipancarkan oleh Sir. Tidak salah jika dikatakan sekiranya kita mau memahami hakikat Sir maka fahamilah diri Saidina Abu Bakar as- Siddik r.a. Mengenali beliau r.a membuat seseorang mengenali tanda-tanda Sir.

Kalam Hikmat ketujuh ini memberi panduan untuk memahami hakikat Sir. Tanda seseorang tidak mendapat sinaran Nur Sir karena dia meragui janji-janji Allah s.w.t lantaran dia mentakrif maksud janji Allah s.w.t menurut seleranya sendiri. Bagaimana kedudukan kita terhadap janji Allah s.w.t begitulah keadaan hati kita berhubung dengan Rahasia  Allah s.w.t atau Sir.

2 komentar:

  1. Unknown mengatakan...:

    bagus sob!thank ya.......
    bisa buat tambah bahan, khususnya tambah pengetahuan untuk diamalkan.siiipppppppp

  1. sama-sama, semoga bermanfaat untuk semua yang membacanya.

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LISTEN TO QUR'AN

Listen to Quran