IKHLAS ADALAH ROH IBADAH

Senin, 24 Januari 2011
AMALAN ZAHIR ADALAH KERANGKA SEDANGKAN ROHNYA ADALAH IKHLAS YANG TERDAPAT DENGAN TERSEMBUNYI DALAM AMALAN ITU.

Amal lahiriah digambarkan sebagai batang tubuh dan ikhlas pula digambarkan sebagai nyawa yang menghidupkan batang tubuh itu. Sekiranya kita kurang mendapat kesan yang baik dari latihan kerohanian hendaklah kita merenung dengan mendalam tentang amal tubuh, apakah ia bernyawa atau tidak.

Hikmah 10 ini menghubungkan amal dengan ikhlas.  Hikmah 9 yang lalu telah menghubungkan amal dengan hal. Kedua-duanya Kalam Hikmah ini membina jembatan yang menghubungkan hal dengan ikhlas, kedua-duanya ada kaitan dengan hati, atau lebih tepat jika dikatakan ikhlas sebagai suasana hati dan hal sebagai Nur Ilahi yang menyinari hati yang ikhlas. Ikhlas menjadi persediaan yang penting bagi hati untuk menyambut kedatangan sinaran Nur Ilahi. Apabila Allah s.w.t berkehendak memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka dipancarkan Nur-Nya kepada hati hamba tersebut. Nur yang dipancar kepada hati ini dinamakan Nur Sir atau Nur Rahasia Allah s.w.t. Hati yang diterangi oleh nur akan merasakan hal ketuhanan atau mendapat tanda-tanda tentang Tuhan. Setelah mendapat pertanda dari Tuhan maka hati pun mengenal Tuhan. Hati yang memiliki ciri atau sifat ini dikatakan hati yang mempunyai ikhlas tingkat tertinggi. Tuhan berfirman menggambarkan ikhlas dan hubungannya dengan makrifat:


Dan sebenarnya perempuan itu telah berkeinginan  kepadanya, dan Yusuf pula (mungkin timbul) keinginannya kepada perempuan itu kalaulah ia tidak menyadari kenyataan Tuhannya (tentang kejinya perbuatan zina itu). Demikianlah (takdir Kami), untuk menjauhkan dari Yusuf perkara-perkara yang tidak baik dan perbuatan yang keji, kerana sesungguhnya ia dari hamba-hamba Kami yang dibersihkan dari segala dosa. ( Ayat 24 : Surah Yusuf )


Nabi Yusuf a.s adalah hamba Allah s.w.t yang ikhlas. Hamba yang ikhlas berada dalam pemeliharaan Allah s.w.t. Apabila dia dirangsang untuk melakukan kejahatan dan kekotoran, Nur Rahasia Allah s.w.t akan memancar di dalam hatinya sehingga dia menyaksikan dengan jelas akan tanda-tanda Allah s.w.t dan sekaligus meleburkan rangsangan jahat tadi. Inilah tingkat ikhlas yang tertinggi yang dimiliki oleh orang arif dan hampir dekat dengan Allah s.w.t. Mata hatinya sentiasa memandang kepada Allah s.w.t, tidak pada dirinya dan perbuatannya. Orang yang berada di dalam makam ikhlas yang tertinggi ini sentiasa dalam keridha-an Allah s.w.t baik semasa beramal ataupun diam. Allah s.w.t sendiri yang memeliharanya. Allah s.w.t mengajarkan agar hamba-Nya dekat dengan-Nya dalam keadaan ikhlas.


Dia Yang Tetap Hidup; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah kamu akan Dia dengan mengikhlaskan amal agama kamu kepada-Nya semata-mata. Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan seru sekalian alam. ( Ayat 65 : Surah al-Mu’min )


Allah s.w.t jua Yang Hidup. Dia yang memiliki segala kehidupan. Dia jualah Tuhan sekalian alam. Apa saja yang ada dalam alam ini adalah ciptaan-Nya. Apa saja yang hidup adalah diperhidupkan oleh-Nya. Jalan dari Allah s.w.t adalah nikmat dan jalan dari hamba kepada-Nya  haruslah ikhlas. Seorang hamba dituntut supaya mengikhlaskan segala  aspek kehidupan untuk-Nya. Dalam melaksanakan tuntutan mengikhlaskan kehidupan untuk Allah s.w.t ini hamba tidak boleh merasa takut dan gentar kepada sesama makhluk.


Oleh itu maka sembahlah kamu akan Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya (dan menjauhi syirik), sekalipun  orang-orang kafir tidak menyukai (amalan yang demikian). ( Ayat 14 : Surah al-Mu’min )


Allah s.w.t telah menetapkan kode etika kehidupan yang perlu dijunjung, dihayati, diamalkan, disebarkan dan diperjuangkan oleh kaum muslimin dengan sepenuh jiwa raga dalam keadaan ikhlas karena Allah s.w.t, meskipun ada orang-orang yang tidak suka, orang-orang yang menghina, orang-orang yang membangkang dan mengadakan perlawanan. Keikhlasan yang diperjuangkan dalam kehidupan dunia ini akan dibawa bersama ketika menemui Tuhan kelak.


Katakanlah: “Tuhanku menyuruhku berlaku adil (pada segala perkara), dan (menyuruh supaya kamu) hadapkan muka (dan hati) kamu (kepada Allah) dengan baik pada tiap-tiap kali mengerjakan sembahyang, dan beribadahlah dengan mengikhlaskan amal agama kepada-Nya semata-mata; sebagaimana Ia telah menjadikan kamu pada mulanya, (demikian pula) kamu akan kembali (kepada-Nya)”. ( Ayat 29 : Surah al-A’raaf )


Sekali pun sukar mencapai peringkat ikhlas yang tertinggi namun, haruslah diusahakan agar diperoleh keadaan hati yang ikhlas dalam segala perbuatan  lahir mau pun  batin. Orang yang telah tumbuh di dalam hatinya rasa cinta kasih kepada Allah s.w.t akan berusaha membentuk hati yang ikhlas. Mata hatinya melihat bahwa Allah jualah Tuhan Yang Maha Agung dan dirinya hanyalah hamba yang hina. Seorang hamba berkewajiban tunduk, patuh dan taat kepada Tuhannya. Orang yang di dalam makam ini beramal karena Allah s.w.t: Sebab Allah s.w.t yang memerintahkan supaya beramal, karena Allah s.w.t berhak ditaati, perintah Allah s.w.t wajib dilaksanakan, semuanya karena Allah s.w.t dan tidak karena sesuatu yang lain. Tingkat golongan ini sudah dapat menahan hawa nafsu dan pesona dunia tetapi dia masih melihat dirinya di samping Allah s.w.t. Dia masih melihat dirinya yang melakukan amal. Dia gembira karena menjadi hamba Allah s.w.t , yang beramal karena Allah s.w.t. Sifat kemanusiaan biasa masih mempengaruhi hatinya.

Setelah kerohaniannya meningkat hatinya dikuasai sepenuhnya oleh kehendak Allah s.w.t, menjadi orang arif yang tidak lagi melihat kepada dirinya dan amalnya, tetapi karena Allah s.w.t, Sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Apa saja yang ada pada diri-nya adalah anugerah Allah s.w.t. Sabar, ridha, tawakal dan ikhlas yang ada padanya, semuanya merupakan anugerah Allah s.w.t, bukan amal yang lahir dari kekuatan dirinya.

Tingkat ikhlas yang paling rendah ialah apabila amal perbuatan bersih daripada riya yang jelas dan samar tetapi masih terikat dengan keinginan kepada pahala yang dijanjikan Allah s.w.t. Ikhlas seperti ini dimiliki oleh orang yang masih kuat bersandar kepada amal, yaitu hamba yang  mentaati Tuannya kerana mengharapkan upah daripada Tuannya itu.

Di bawah daripada tingkatan  ini tidak dinamakan ikhlas juga. Tanpa ikhlas seseorang beramal kerana sesuatu muslihat keduniaan, mau dipuji, karena mau menutupi kejahatannya agar orang percaya kepadanya dan bermacam-macam lagi muslihat yang rendah. Orang dari golongan ini walaupun banyak melakukan amalan namun, amalan mereka adalah umpama tubuh yang tidak bernyawa, tidak dapat menolong tuannya dan di hadapan Tuhan nanti akan menjadi debu yang tidak mensyafa'atkan orang yang melakukannya. Setiap orang yang beriman kepada Allah s.w.t pastilah mengusahakan ikhlas pada amalannya, karena tanpa ikhlas syiriklah yang menyertai amalan tersebut, sebanyak ketiadaan ikhlas itu.


(Amalkanlah perkara-perkara itu) dengan tulus ikhlas kepada Allah, serta tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. (Ayat 31 : Surah al-Hajj )


“Serta (diwajibkan kepadaku): ‘Hadapkanlah seluruh dirimu menuju (ke arah mengerjakan perintah-perintah) agama dengan baik dan ikhlas, dan janganlah engkau menjadi seperti orang-orang musyrik’”. Dan janganlah engkau (wahai Muhammad) menyembah atau memuja yang lain dari Allah, yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepadamu dan tidak juga dapat mendatangkan mudharat kepadamu. Oleh sebab itu, sekiranya engkau mengerjakan yang demikian, maka pada saat itu menjadilah engkau dari orang-orang yang berlaku zalim (terhadap diri sendiri dengan perbuatan syirik itu). ( Ayat 105 & 106 : Surah Yunus )


Daging dan darah binatang korban atau hadiah itu tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan takwa dari kamu. (Ayat 37 : Surah al-Hajj )


Allah s.w.t menyeru sekaligus supaya berbuat ikhlas dan tidak berbuat syirik. Ikhlas adalah lawan dari syirik. Jika sesuatu amal itu dilakukan dengan anggapan bahwa ada makhluk yang berkuasa mendatangkan manfaat atau mudharat, maka tidak ada ikhlas pada amal tersebut. Bila tidak ada ikhlas akan adalah syirik yaitu sesuatu atau seseorang yang kepadanya amal itu ditujukan. Orang yang beramal tanpa ikhlas itu dipanggil orang yang zalim, walaupun pada zahirnya dia tidak menzalimi siapapun.

Intisari kepada ikhlas adalah melakukan sesuatu karena Allah s.w.t semata-mata, tidak ada kepentingan lain. Kepentingan diri sendiri merupakan musuh ikhlas yang paling utama. Kepentingan diri lahir daripada nafsu. Nafsu ingin kemewahan, keserakahan, kedudukan, kemuliaan, puji-pujian dan sebagainya. Apa yang lahir daripada nafsu itulah yang sering menghalang atau merusakkan keikhlasan.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LISTEN TO QUR'AN

Listen to Quran