MATA HATI YANG BUTA

Jumat, 21 Januari 2011


KERAJINAN KAMU UNTUK MEMPEROLEH APA YANG TELAH TERJAMIN UNTUK KAMU, DI SAMPING KECUALIAN KAMU TERHADAP KEWAJIBAN YANG DIAMANATKAN MENUNJUKKAN BUTA MATA HATI.

Hikmah 5 ini merupakan lanjutan kepada Hikmah yang lalu. Imam Ibnu Athaillah menceritakan tentang hijab nafsu dan hijab akal yang menutup hati disaat melihat kepada takdir yang menjadi ketentuan Allah s.w.t. Ada tiga perkara yang harus kita untuk renungi:


1.  Jaminan Allah s.w.t. 

2.  Kewajiban hamba 
3. Mata hati yang mengenal jaminan Allah s.w.t dan kewajiban hamba.


Penyingkapan rahasia mata hati adalah penting untuk memahami Kalam Hikmah di atas. Mata hati adalah mata untuk hati atau yang dimiliki oleh hati. Kadang-kadang mata hati ini dipanggil sebagai mata dalam Istilah ‘mata dalam’ digunakan untuk membedakan istilah ini dengan mata yang zahir, yaitu yang dimiliki oleh diri zahir. Diri zahir terbentuk daripada daging, darah, tulang, sumsum, rambut, kulit dan lain-lain.  Diri zahir ini digunakan untuk melihat, mendengar, mencium, merasa dan menyentuh. Diri zahir diberikan kehidupan dari perjalanan darah ke seluruh tubuhnya dan aliran nyawa dalam bentuk uap atau gas yang keluar masuk melalui hidung dan mulut. 

Jika darahnya dikeringkan atau dibekukan ataupun jika aliran uap yang keluar masuk itu disekat maka diri zahir akan mengalami suatu keadaan di mana sekalian bagiannya terhenti berfungsi dan dinamakan mati! Diri zahir ini jika disusun dan dikatakan bahwa ia terdiri daripada tubuh dan nyawa  yang dapat mengenal sesuatu yang zahiriah. Pusatnya adalah otak dan juga mencetuskan daya timbang atau akal pikiran.

Diri batin juga mempunyai susunan yang sama seperti diri zahir tetapi dalam keadaan ghaib. Ia juga mempunyai tubuh yang dipanggil kalbu atau hati. Hati yang dimaksudkan bukanlah  sebuah daging yang berada di dalam tubuh. Ia merupakan hati rohani atau hati seni. Ia bukan berada di alam kasar, sebab itu ia tidak dapat dirasa oleh pancaindera zahir. Ia termasuk di dalam perkara- perkara ghaib yang diistilahkan sebagai Latifah Rabbaniah atau hal yang menjadi rahasia ketuhanan. Apabila di dalam keadaan suci bersih ia dapat mendekati Tuhan. Ia juga yang menjadi tilikan Tuhan. Hati seni ini juga memiliki nyawa yang dibahasakan sebagai roh. Roh juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah. Ia adalah urusan Tuhan dan manusia hanya mempunyai sedikit pengetahuan mengenainya.

Katakan: “Roh itu dari perkara urusan Tuhanku; dan kamu tidak diberi ilmu pengetahuan melainkan sedikit saja”. ( Ayat 85 : Surah Bani Israil )

Tubuh seni  atau hati seni juga mempunyai sifat yang berkemampuan mencetuskan pemahaman dan pengetahuan. Ia dipanggil akal yang juga termasuk di dalam golongan Latifah Rabbaniah yang tidak mampu diuraikan. Akal jenis ini berguna bagi pengkajian tentang ketuhanan. Tubuh zahir mempunyai macam-macam untuk mengenal perkara zahiriah. Macam-macam tersebut dipanggil penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan penyentuhan dan alat-alat yang bersangkutan adalah mata, telinga, hidung, lidah, tangan dan lain-lain. Tubuh seni  atau diri batin juga mempunyai bagian yang mengenal perkara ghaib dan bagian ini dinamakan basirah atau mata hati. Ia berbeda daripada sifat melihat yang dimiliki oleh mata zahir. Mata zahir melihat perkara zahir dan mata hati syuhud atau menyaksikan kepada yang ghaib.

Apa yang ada di sekeliling kita bisa dilihat melalui dua aspek yaitu yang nyata dilihat dengan mata zahir dan yang ghaib dilihat dengan mata hati. Jika kita ambil satu bungkus gula, mata kasar melihat sejenis hablur berwarna keputihan. Bila diletakkan pada lidah terasalah manisnya. Ketika menikmati kemanisan itu, kita seolah-olah memandang jauh kepada sesuatu yang tidak ada di hadapan mata. Kelakuan merenung jauh itu sebenarnya adalah terjemahan kepada perbuatan mata hati memandang kepada hakikat gula yaitu manis. 

Sifat rasa manis tidak dapat diceritakan tetapi mata hati yang melihat kepadanya mengenal bahwa gula adalah manis. Jika mata zahir melihat sebilah pedang, maka mata hati akan melihat pada tajamnya. Jika mata zahir melihat kepada lada, mata hati melihat kepada pedasnya. Jadi, mata zahir mengenal dan membedakan rupa yang zahir sementara mata hati mengenal dan membedakan hakikat kepada yang zahir. Mata hati yang hanya berfungsi  mengenal manis, tajam, pedas dan yang seumpamanya masih dianggap sebagai mata hati yang buta. Mata hati hanya dianggap kecil,  jika ia mampu melihat urusan ketuhanan di balik yang nyata dan yang tidak nyata.

Kekuatan suluhan mata hati bergantung kepada kekuatan hati itu sendiri. Semakin bersih dan suci hati bertambah teranglah mata hati. Jika ia cukup terang maka bukan saja mampu melihat kepada yang tersembunyi di sebalik rupa yang zahir di sekeliling kita malah ia mampu melihat atau syuhud apa yang di luar daripada dunia. Dunia adalah segala sesuatu yang berada di dalam bulatan langit yang pertama atau langit dunia atau langit rendah. Langit rendah ini merupakan bagian dunia. Selepas langit dunia dinamakan Alam Barzakh. Meninggal dunia membawa maksud roh yang rumahnya yaitu jasad telah tidak sesuai lagi didiaminya atau dipanggil sebagai mengalami kematian, dibawa keluar dari langit dunia dan ditempatkan di dalam Alam  Barzakh.

Fungsi mata hati adalah melihat yang hakiki. Mata hati yang mampu melihat dunia secara keseluruhan sebagai satu wujud akan mengenali apa yang hakiki tentang dunia itu. Oleh sebab penyaksian mata hati bersifat tidak dapat dinyatakan secara terang maka ia memerlukan ibarat untuk mendatangkan kefahaman. Ibarat yang biasa digunakan untuk menceritakan tentang hakikat dunia misalnya : “Dunia adalah seorang perempuan yang sangat tua dan sangat hodoh. Tubuhnya kotor dan berpenyakit, menanah di sana sini dan ada bagiannya yang sudah dimakan ulat ”. Begitulah lebih kurang perasaan orang yang melihat kepada hakikat dunia dengan mata hatinya. Bagaimana rupa hakikat yang menyebabkan timbul perasaan dan ibarat yang demikian tidak dapat diuraikan.

Mata hati yang lebih kuat dapat pula menyaksikan Alam Barzakh dan mengenali satu lagi hakikat yang dinamakan keabadian, yaitu sifat hari akhirat. Kematian membinasakan jasad dan kiamat membinasakan alam seluruhnya tetapi tidak membinasakan Roh yang padanya tergantung kitab amalan masing-masing. Ahli maksiat tidak dapat diselamatkan oleh kematian dan kiamat. Ahli taat yang tidak mendapat ganjaran yang setimpal di dunia tidak binasa ketaatannya oleh kematian dan kiamat. 

Tanggungjawab seseorang hamba akan terus dipikulnya disaat melepas kematian, Alam Barzakh, kiamat, Padang Mahsyar dan seterusnya menghadapi hari pembalasan. Tanggungjawab itu hanya gugur setelah Hakim Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil lagi Maha Mengetahui serta Maha Perkasa menjatuhkan hukuman. Inilah hakikat yang ditemui oleh mata hati yang menyelami Alam Barzakh, bukan melihat roh orang mati di dalam kubur.

Mata hati berfungsi mengenal perkara yang ghaib. Makrifat atau pengenalan kepada keabadian atau hari akhirat akan melahirkan kesungguhan pada menjalankan amanat Allah s.w.t yaitu mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Amanat itu akan terus dibawa oleh para hamba untuk diserahkan kembali kepada Allah s.w.t yang meletakkan amanat tersebut kepada mereka. Makrifat mata hati yang demikian melahirkan sifat takwa dan beramal salih. Apabila takwa dan amal salih menjadi sifat seorang hamba maka masuklah hamba itu ke dalam jaminan Allah s.w.t.



Dialah Tuhan yang memperlihatkan kepada kamu tanda-tanda ke-Esaan-Nya dan kekuasaan-Nya (untuk menghidupkan rohani kamu), dan yang menurunkan (untuk jasmani kamu) sebab rezeki dari langit. Dan tiadalah yang ingat serta mengambil pelajaran (dari yang demikian) melainkan orang yang sentiasa bertumpu (kepada Allah). ( Ayat 13 : Surah al-Mu’min )


Allah s.w.t berfirman dalam Hadis Qudsi:




Hamba-Ku, taatilah semua perintah-Ku, jangan membeber keperluan kamu.


Allah s.w.t sebagai Tuhan, Tuan atau Majikan tidak sekali-kali mengabaikan tanggungjawab-Nya untuk memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya sementara hamba-hamba pula berkewajiban mentaati Tuan mereka. Rezeki telah dijamin oleh Allah s.w.t dan untuk mendapatkan rezeki tersebut seseorang hamba hanya perlu bertindak sesuai dengan makamnya. Jika dia seorang ahli asbab maka bekerjalah ke arah rezekinya dan jangan iri hati terhadap rezeki yang dikurniakan kepada orang lain. 

Jika dia ahli tajrid maka bertawakallah kepada Allah s.w.t dan jangan gusar jika terjadi kelewatan atau kekurangan dalam urusan rezeki. Walau dalam makam manapun seseorang hamba itu berada dia mesti melakukan kewajiban yaitu bersungguh-sungguh mentaati Allah s.w.t dengan mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Hamba yang terbuka mata hatinya akan percaya dengan yakin terhadap jaminan Allah s.w.t dan tidak meninggalkan kewajibannya. Hamba ini akan melipat-gandakan kegiatan dan kerajinannya untuk bertakwa dan beramal salih tanpa mencurigai jaminan Allah s.w.t tentang rezekinya.

Hamba yang buta mata hatinya akan berbuat yang berlawanan yaitu dia tekun dan rajin di dalam mencari rezeki yang dijamin oleh Allah s.w.t tetapi dia menlalaikan tanggungjawab yang diamanatkan oleh Allah s.w.t. Orang ini akan menggunakan daya usaha yang banyak untuk memperoleh rezeki yang bisa didapat dengan daya usaha yang sederhana tetapi menggunakan daya usaha yang sedikit dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin didapati kecuali dengan daya usaha yang gigih dan perjuangan yang hebat yaitu pahala-pahala bagi amal salih.

Mata hati melihat kepada yang hak dalam keghaiban. Nafsu yang hanya berminat dengan kebendaan yang nyata menutupi yang hak itu dan akal mengadakan hujah untuk menguatkan keraguan yang tumbuh pada nafsu. Perkara ghaib disaksikan dengan keyakinan. Jika nafsu dan akal bersepakat mengadakan keraguan, kebenaran yang ghaib akan terhijab. Orang yang mencari kebenaran tetapi gagal menundukkan nafsu dan akalnya akan berputar-putar di tempat yang sama. Keyakinan dan keraguan sentiasa berperang dalam jiwanya.


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LISTEN TO QUR'AN

Listen to Quran