CAHAYA - CAHAYA KARUNIA ALLAH S.W.T

Sabtu, 24 September 2011


DIKARUNIAKAN PETUNJUK KEPADA ORANG-ORANG YANG BERADA DIJALAN ALLAH S.W.T DENGAN NUR-NUR TAWAJJUH (MENGHADAP ALLAH S.W.T). DAN BAGI ORANG YANG TELAH SAMPAI KEPADANYA, MEREKA ADALAH NUR-NUR AL-MUWAAJAHAH (MUSYAHADAH ATAU SALING BERHADAPAN ANTARA HAMBA DENGAN ALLAH S.W.T). MEREKA YANG DIKARUNIAKAN PETUNJUK ITU ADALAH UNTUK NUR-NUR, SEDANGKAN MEREKA YANG TELAH SAMPAI KEPADANYA MENDAPATI NUR-NUR ITU, LANTARAN MEREKA INI IKHLAS KARENA ALLAH S.W.T BUKAN KARENA SESUATU YANG LAIN-NYA. KATAKANLAH: “ALLAH!” KEMUDIAN BIARKAN MEREKA (ORANG LAIN) BERMAIN-MAIN DALAM KESESATAN.


Hikmah 39 ini menceritakan keadaan dua golongan yang dipanggil sebagai ahli tawajjuh dan ahli musyahadah. Ahli tawajjuh adalah orang sholeh yang berpegang teguh kepada syariat Allah s.w.t dan biasanya digelar ahli syariat. Orang sholeh atau ahli syariat melihat dirinya sebagai satu individu yang berkedudukan sebagai hamba Allah s.w.t. Dia berkewajiban melaksanakan segala perintah Allah s.w.t dan menjauhkan segala larangan-Nya. Dia melaksanakan amal kebaikan dengan ikhlas, tidak didorong oleh sifat riya dan ujub, tidak berbuat sama’ah dan tidak menyombongkan diri dengan amal tersebut. 

Allah s.w.t memberkahi amal ibadah yang demikian dan mengaruniakan kepada mereka Nur Tawajjuh. Nur yang demikian membuat mereka merasa damai dan tenang serta merasa dekat dengan Allah s.w.t. Mereka tidak berasa berat untuk melakukan ibadah, karena semakin banyak ibadah yang mereka lakukan semakin mereka memperoleh taqarrub (mendekat dan berhadap kepada Allah s.w.t) dan semakin mereka merasa nikmat dalam beribadah. Mereka bukan saja meninggalkan perkara yang haram tetapi juga yang mubah. Banyak daripada perkara yang halal ditinggalkan untuk menjaga agar mereka tidak terdorong mendekati yang haram, apa lagi melakukannya. Inilah sifat ahli syariat, memakai pakaian wara' dan berjalan dengan Nur Tawajjuh.

Golongan kedua adalah ahli musyahadah, biasanya dipanggil ahli hakikat. Ahli hakikat adalah orang yang mencapai hakikat syariat dan tauhid sehingga tidak melihat lagi sesuatu kecuali Allah s.w.t. Mereka menyaksikan bahwa Allah s.w.t adalah Tuhan Yang Maha Berdiri Dengan Sendiri dan Maha Menentukan. Mereka menyaksikan sifat Allah Yang Maha Sempurna dan Kekal. Pandangan mereka hanya tertumpu kepada Allah Azza wa Jalla. Segala yang maujud tidak memberi bekas pada hati mereka, hanya Wujud Allah s.w.t yang menguasainya, terjadilah musyahadah yaitu saling berhadapan. Nur-nur al-muwaajahah meleburkan hijab yang menutupi alam maujud lalu mata hati melihat kepada Yang Tersembunyi dibalik yang nyata. Mereka akan dapat melihat Rahasia Tuhan yang selama ini terhijab oleh Alam al-Mulk (alam kejadian) dan Allah s.w.t menyaksikan pengabdian hamba-Nya. Terbukalah kepada si hamba rahasia Alam Malakut dan nyatalah kedudukan hamba sebagai ayat atau tanda wujud. Mereka melihat ketuhanan Allah s.w.t yang meliputi segala sesuatu dan Allah s.w.t menyaksikan pengabdian hamba-Nya meliputi ilmu dan hatinya.

Allah s.w.t bukakan tabir hijab agar mata hati hamba-Nya dapat menyaksikan kerajaan-Nya yang meliputi yang nyata dan juga yang ghaib.




Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Nabi Ibrahim kebesaran dan kekuasaan (Kami) di langit dan di bumi, dan supaya menjadilah dia dari orang-orang yang percaya dengan sepenuh-penuh yakin. ( Ayat 75 : Surah al-An’aam )



Dan janganlah engkau menyembah tuhan yang lain kecuali Allah. Tiada  Tuhan melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu akan binasa melainkan Zat Allah.  ( Ayat 88 : Surah al-Qasas )



Ada perbedaan pandangan di antara ahli syariat dan ahli hakikat. Ahli syariat berjihad membunuh musuh-musuh Allah s.w.t karena mengharapkan keridha'an-Nya, berharap Allah s.w.t mengaruniakan kepada mereka nur-nur yang membawa mereka sampai kepada-Nya. Para Ahli hakikat sama dengan Ahli Syariat, ketika berjihad dan membunuh mereka melihat kepada firman Allah s.w.t:



Maka bukanlah kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah jualah yang menyebabkan pembunuhan mereka. Dan bukanlah engkau (wahai Muhammad) yang melempar ketika engkau melempar, akan tetapi Allah jualah yang melempar (untuk membinasakan orang-orang kafir).     ( Ayat 17 : Surah al-Anfaal )

Orang-orang yang sampai kepada Allah s.w.t berkecimpung dalam nur-nur karena:





Allah yang menerangi langit dan bumi. ( Ayat 35 : Surah an-Nur )

Nurullah menjadi jelas nyata pada penglihatan mata hati ahli musyahadah. Kewujudan langit dan bumi tidak menghijab mata hati mereka. Tidak mungkin terlihat langit dan  bumi jika  Nurullah tidak menerangi keduanya. 

SEBARKAN KEBAIKAN MENGIKUTI KEMAMPUAN

Minggu, 14 Agustus 2011
HENDAKLAH BERBELANJA AKAN KEKAYAANNYA BAGI MEREKA YANG TELAH SAMPAI KEPADA ALLAH S.W.T DAN MENURUT KADAR KEMAMPUANNYA BAGI YANG SEDANG BERJALAN KEPADA ALLAH S.W.T.

Hikmah 38 di atas memberikan tes kepada hati seberapa kekuatannya beriman, berserah diri dan yakin dengan janji Allah Ia juga menjadi pengukur tingkat mana seseorang yang berjalan di jalan spiritual itu berada. Hikmat pada menjurus khusus kepada harta kekayaan. Harta merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh manusia. Manusia membutuhkan harta untuk menanggung kebutuhan hidupnya, bahkan ibadat-ibadat seperti haji dan zakat perlu dilakukan dengan menggunakan harta. Sedekah juga membutuhkan harta. Membuat kebajikan seperti mendirikan masjid, rumah sakit, sekolah dan lain-lain juga membutuhkan harta. Oleh karena besarnya peranan harta kepada kehidupan manusia, maka kebanyakan dari aktivitas manusia berkisar pada soal harta atau ekonomi. Pendidikan dan keterampilan disalurkan ke arah ekonomi. Keberhasilan atau kegagalan dinilai melalui faktor ekonomi. Perhatian manusia selalu tertuju kepada soal ekonomi atau harta dalam membuat sesuatu keputusan.

 Bila harta sudah bertapak dalam jiwa seseorang manusia akan menjual maruah dirinya karena harta. Orang miskin sanggup diperkudakan oleh orang kaya karena harta. Orang kaya sanggup melakukan korupsi dan penganiayaan karena harta. Harta menjadi raja menguasai jiwa raga manusia. Segala sesuatu dinilai dengan harta. Persahabatan harus dibeli dengan harta. Kesetiaan juga harus dibayar dengan harta.

Hikmat pada menarik perhatian orang yang sedang berjalan di jalan spiritual agar memperhatikan hatinya, bagaimana hubungan hatinya dengan harta. Ia menyatakan bahwa orang yang telah sampai kepada Allah dan memperoleh makrifat-Nya tidak seharusnya menyimpan harta, harus dia membelanjakan ke jalan Allah dan yakin dengan janji Allah tentang rezekinya. Orang yang masih dalam perjalanan pula harus membelanjakan ke jalan Allah menurut kesanggupannya. Sejarah banyak menceritakan tentang sikap hamba-hamba pilihan Allah terhadap harta.

 Abu Bakar as-Siddik ra menyumbangkan seluruh hartanya untuk jihad fi-sabilillah, tidak ada satu dirham pun disimpannya. Kapan Rasulullah menanyakan kepadanya mengapa tidak ditinggalkan sedikit buat mengelola kebutuhannya, ia ra menjawab, "Cukuplah Allah dan Rasulullah bagiku".

 Abdurrahman bin Auf yang terkenal dengan kekayaannya, mencari harta bukan untuk kepentingan dirinya tetapi untuk penggunaan menyebarkan agama Allah Salman al-Farisi ketika menjabat amir, tidak mengambil gajinya, sebaliknya beliau menganyam daun kurma untuk dijadikan bakul dan tikar. Hasil anyamannya dijualnya dan apa yang diperolehnya dibagi menjadi tiga bagian. Satu bagian sebagai modal kerja, satu bagian buat belanja anggota rumahnya dan satu bagian lagi disedekahkan kepada kaum miskin.

 Imam as-Syafi'i ra sekembalinya ke Makkah dari Yaman telah dihadiahkan puluhan ribu uang emas. Sebelum memasuki kota Makkah beliau telah mendirikan sebuah tenda di luar kota. Dikumpulkan kaum fakir dan miskin dan disedekahkan semua uang yang diterimanya sebagai hadiah itu. Setelah semua uang itu habis disedekahkan barulah beliau masuk ke kota Makkah.

Rabiatul Adawiah hanya menyimpan sehelai tikar yang usang sebagai sajadah dan sebuah kendi buat mengisi air untuk wuduknya. Beliau tidak menyimpan makanan untuk petangnya. Banyak lagi kisah aulia Allah yang menggambarkan bahwa tidak sebesar zarah pun hati mereka terikat dengan harta. Mereka melihat pengidupan dunia ini hanyalah persinggahan sebentar, tidak perlu mengambil pasokan.

Untuk orang yang masih dalam perjuangan dan belum lagi sampai kepada Allah, mereka tidak sanggup berbuat sebagaimana yang dilakukan oleh aulia Allah Meskipun begitu jika dibiarkan harta melekat pada hati akan membahayakan hati itu sendiri. Oleh itu biasakanlah berpisah dari harta yang disayangi agar rohani akan menjadi lebih kuat dalam perjalanan menuju Allah Allah s.w.t berfirman:
Harus orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya; dan siapa yang disempitkan rezekinya,maka hendaklah ia memberi nafkah dari apa yang diberikan Allah kepadanya (sekadar yang mampu); Allahtidak membebani seseorang melainkan (sekedar kemampuan) yang diberikan Allah kepadanya. (Orang-orangyang dalam kesempitan harus ingat bahwa) Allah akan memberikan kesenangan sesudah berlakunyakesusahan. (Ayat 7: Surah at-Talaaq)

Oleh karena bidang ekonomi merupakan salah satu fardu kifayah yang harus dikelola demi kesejahteraan dan kekuatan kaum muslimin, maka Allah memilih dari kalangan kaum muslimin orang-orang tertentu yang disederhanakan untuk mereka mengembangkan ekonomi mereka. Allah bukakan untuk mereka pintu-pintu rezeki. Allah kurniakan kepada mereka rezeki yang melimpah-ruah. Mereka seolah-olah berada dalam kondisi menadah bekas dan rezeki dicurahkan ke dalam bekas mereka.
Orang yang menyadari harta kekayaannya adalah karunia Allah, maka harta kekayaan itu menjadi tes baginya. Orang yang tidak menyadarinya pula, maka harta kekayaan itu menjadi alat istidraj yang akan menghempapnya kelak. Baik tes maupun istidraj, orang yang memikul harta sebenarnya memikul beban yang sangat berat. Golongan yang mengalami hisab yang paling halus di akhirat adalah mereka yang di dunia memikul harta.
Meskipun memikul harta merupakan beban yang berat tetapi sebagian kaum muslimin harus mengambil tugas tersebut sebagaimana sebagian kaum muslimin yang mengambil bidang jihad fi-sabilillah dan mati syahid di medan perang. Dari kalangan nabi-nabi juga ada yang memikul tugas yang berhubungan dengan harta, misalnya Nabi Yusuf as, Sulaiman dan Nabi Daud Al-Quran menceritakan tentang Nabi Yusuf a.s:
Dia (Yusuf) berkata: "Jadikanlah aku pengurus perbendaharaan hasil bumi (Mesir); karena sesungguhnya akusiap menjaganya dengan sebaik-baiknya, lagi mengetahui cara mentadbirkannya". (Ayat 55: Surah Yusuf)


Nabi Yusuf as mengetahui sifat dirinya dan kemampuan yang ada dengannya. Beliau as telah menjalani kehidupan yang membuat harta tidak sedikit pun menguasai hatinya. Beliau as juga mengetahui kemampuan mengelola harta yang Allah karuniakan kepadanya. Demi kebaikan orang banyak Nabi Yusuf as menawarkan dirinya kepada raja untuk menjabat manajer harta kekayaan pemerintah Mesir. Raja setuju dengan permintaan Nabi Yusuf as itu dan beliau as membuktikan kewibawaan dan kebijaksanaan beliau as dalam bidang tersebut.

Sulaiman juga mengelola kekayaan dan kekuasaan. Beliau a.s memiliki sifat-sifat yang terpuji. Allah memanggil hamba-Nya, Sulaiman as, sebagai sebaik-baik hamba. Nabi Yusuf as dan Sulaiman mengelola kekayaan dan kekuasaan atas dasar kehambaan kepada Allah :
Dan Kami telah kurniakan kepada Nabi Daud (seorang anak bernama) Sulaiman; ia adalah sebaik-baik hamba (yang kuat beribadah), lagi senantiasa rujuk kembali (bertaubat). (Ayat 30: Surah Saad)


Sulaiman bermohon kepada Allah agar dikaruniakan kepada beliau as pemerintahan yang besar. Kedua mereka, Nabi Yusuf as dan Sulaiman, meminta untuk mengelola bidang tersebut. Ternyata bahwa orang yang bisa mengelola dengan adil bidang tersebut adalah orang yang benar-benar mengenal dirinya, memiliki keyakinan yang teguh, hati yang bulat dan sifat kehambaan yang sebenar-benarnya kepada Allah s.w.t.

Dia (Sulaiman) berkata: "Ya Tuhanku! Ampunkanlah kesilapanku, dan karuniakanlah kepadaku sebuah kerajaan (yang tidak ada taranya dan) yang tidak akan ada pada siapapun kemudian dari padaku; sesungguhnya Engkaulah yang selalu Melimpahkan Karunia-Nya ". (Ayat 35: Surah Saad)
Siapa yang ditakdirkan mengelola bidang kekayaan dan kekuasaan harus menjalankan amanah Allah itu atas dasar kehambaan kepada-Nya dengan sebaik mungkin.
Rate translation

PANDANGAN HATI DAN AKAL

Rabu, 10 Agustus 2011
BERBEDA ANTARA ORANG YANG MENGAMBIL DALIL DENGAN ALLAH S.W.T DENGAN ORANG YANG MENGAMBIL DALIL ATAS-NYA. ORANG YANG MENGAMBIL DALIL DENGAN ALLAH S.W.T ITULAH YANG MENGENAL HAQ DAN MELETAKKANNYA PADA TEMPATNYA DAN MENETAPKAN TERJADINYA SESUATU DARI ASAL MULANYA. MENGAMBIL DALIL ATAS ALLAH S.W.T ADALAH KARENA TIDAK SAMPAI KEPADA-NYA. MAKA BILAKAH ALLAH S.W.T ITU GHAIB SEHINGGA MEMERLUKAN DALIL UNTUK MENYATAKAN-NYA DAN BILAKAN ALLAH S.W.T ITU JAUH SEHINGGA MEMERLUKAN ALAM UNTUK SAMPAI KEPADA-NYA.
 
Nur Ilahi yang menyinari hati memperlihatkan Allah s.w.t terlebih dahulu sebelum yang selain-Nya kelihatan. Akal pula melihat anasir alam dan kejadian-kejadian yang berlaku terlebih dahulu sebelum sampai kepada Tuhan yang mengatur segala urusan. Orang-orang hati  (Alim) melihat Wujud Allah s.w.t mewujudkan alam dan apa yang berlaku di dalamnya dan orang-orang akal  pula melihat wujud alam menjadi dalil kepada Wujud Allah s.w.t.

Orang yang sudah sampai kepada Allah s.w.t (Ilmunya), melihat bahwa Wujud Allah s.w.t adalah Wujud Hakiki dan Wujud Allah s.w.t menerangi wujud makhluk sehingga makhluk menjadi nyata. Orang yang pada peringkat mencari untuk melihat Allah s.w.t itu ghaib dan jauh, dan jalan untuk mengenal Allah s.w.t adalah dengan cara mengenal ciptaan-Nya. Wujud makhluk menjadi bukti kepadanya tentang Wujud Allah s.w.t, karena makhluk tidak terjadi dengan sendirinya.
 
Pemahaman Hikmah 8 telah mengupas golongan mencari dan golongan yang dicari. Orang yang mencari menempuh jalan yang teramat rumit sebelum bertemu dengan yang dicarinya. Contoh terbaik orang yang mencari adalah Salman al-Farisi yang mendapat julukan Pencari Kebenaran. Beliau r.a berasal dari Isfahan. Bapaknya seorang kenamaan yang kaya-raya dan  taat berpegang kuat pada agama Majusi. Salman bertugas menjaga api dan bertanggungjawab mempastikan api itu tidak padam. Suatu hari beliau lalu berkunjung ke gereja Nasrani. 

Beliau tertarik melihat cara orang Nasrani bersembahyang. Setelah bertukar-tukar fikiran dengan mereka dan mempelajari tentang agama Nasrani beliau berpendapat agama Nasrani lebih benar daripada agama Majusi, lalu beliau memeluk agama Nasrani Beliau kemudian pergi ke Syria untuk mendalami pengajian tentang agama Nasrani. Beliau tinggal dengan seorang pendeta dan beliau menjadi pelayan kepada pendeta tersebut sambil beliau belajar Setelah pendeta itu meninggal dunia Salman pergi ke Mosul, untuk memenuhi kehendak wasiat pendeta tersebut. Di sana beliau tinggal dan berkhidmat kepada seorang pendeta juga. Apabila hampir ajalnya pendeta kedua ini mewasiatkan kepada Salman supaya pergi ke Nasibin dan berkhidmat kepada seorang sholeh yang tinggal di sana.  Salman kemudian berpindah ke Nasibin. Pendeta di Nasibin kemudian mewasiatkan kepada Salman agar beliau pergi ke Amuria dan berkhidmat kepada seorang sholeh di sana. 

Salman berpindah pula ke Amuria. Ketika pendeta di Amuria itu hampir menemui ajalnya beliau memberi amanat kepada Salman bahwa sudah hampir masanya kebangkitan seorang nabi yang mengikuti agama Nabi Ibrahim a.s secara murni. Nabi yang baru muncul itu nanti akan berhijrah ke satu tempat yang banyak ditumbuhi pohon kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Tanda-tanda yang jelas tentang kenabiannya ialah dia tidak mahu makan sedekah tetapi menerima hadiah. Di bahunya ada cap kenabian yang bila dilihatnya segera dikenali akan kenabiannya. Setelah pendeta yang memberi amanat itu meninggal dunia berangkatlah Salman mengikuti rombongan Arab dengan menyerahkan kepada mereka lembu-lembu dan kambing-kambingnya. Sampai di Wadi Qura, Salman dianiayai dan dijual kepada orang Yahudi. Kemudian, Salman dijual kepada orang Yahudi yang lain. Tuannya yang baru itu membawanya ke Yasrib. Setelah Salman melihat negeri itu yakinlah dia bahwa itulah negeri yang diceritakan oleh pendeta yang menjaganya dahulu. Apabila Rasulullah s.a.w berhijrah ke Yasrib, Salman datang menemui baginda s.a.w di Quba dan memberikan makanan sebagai sedekah kepada baginda s.a.w dan sahabat baginda s.a.w. Rasulullah s.a.w menyuruh mereka makan tetapi baginda s.a.w tidak menjamah makanan tersebut. 

Keesokan harinya Salman datang lagi membawa makanan sebagai hadiah. Rasulullah s.a.w makan bersama-sama sahabat baginda s.a.w. Semasa Rasulullah s.a.w berada di Baqi’, Salman pergi lagi menemui baginda s.a.w. Rasulullah s.a.w ketika itu memakai dua helai kain lebar, satu sebagai sarung dan satu lagi sebagai baju. Salman menjenguk dan mengintai untuk melihat belakang baginda s.a.w. Rasulullah s.a.w mengerti akan maksud Salman lalu baginda s.a.w menyingkap kain burdah dari leher baginda s.a.w hingga kelihatanlah cap kenabian yang dicari oleh Salman. Melihatnya Salman terus menangis dan menciumnya. Akhirnya beliau temui kebenaran yang beliau telah cari di berbagai tempat.
 
Kisah Salman memberi gambaran betapa sukarnya jalan yang ditempuhi oleh orang yang mencari Allah s.w.t. Di samping mengharungi kehidupan yang sukar mereka juga menuntut ilmu, berguru ke sana ke mari, mencari dalil-dalil dan pembuktian bagi menambah pengetahuan tentang Tuhan. Mereka melihat alam dan kejadian di dalam alam sebagai bukti yang menunjukkan Wujud Allah s.w.t, dan mereka mengkaji alam untuk memahami tentang ke-Esaan Allah s.w.t. Setelah mereka sampai kepada Allah s.w.t mereka melepaskan dalil-dalil lalu berpegang kepada makrifat yang diperolehnya.
 
Golongan yang dicari menempuh jalan yang berbeda. Contoh orang yang dicari adalah Sayidina Umar al-Khattab r.a. Pada awal perkembangan Islam di Makkah umat Islam menghadapi tentangan yang hebat dari pemimpin Quraisy.  Rasulullah s.a.w telah berdoa agar Islam diperkuatkan dengan salah satu Umar, yaitu Umar bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar al-Khattab. Umar al-Khattab ketika itu sangat keras menentang dan menyiksa golongan Islam, terutama yang lemah. Rasa bencinya terhadap agama baru yang merombak adat dan kepercayaan datuk neneknya itu meluap-luap di hatinya. Apabila rasa kebencian itu memuncak beliau mengambil keputusan mau membunuh Rasulullah s.a.w. Umar mencabut pedangnya sambil menuju ke tempat di mana Rasulullah s.a.w berada. 

Di tengah jalan Umar diberitahu bahwa adiknya sendiri pun telah  memeluk Islam. Dia memikirkan bahwa lebih baik jika dia mengurus masalah  internalnya dahulu sebelum membunuh Rasulullah s.a.w. Mendengar berita itu dia pun menuju rumah adiknya. Keadaannya seperti singa bengis kala itu. Ditendangnya pintu rumah adiknya. Pada ketika itu adiknya sedang memegang lembaran yang ditulis dengan ayat al-Quran. Umar memukul adiknya dan merampas lembaran tersebut. Umar adalah seorang cendekiawan yang  dapat membaca, pada masanya dan arif tentang sastra puisi. Setelah Umar membaca wahyu Allah s.w.t, tubuhnya bergetar hebat dan keluarlah ucapan dari mulutnya,” Ini bukan syair yang ditulis oleh penyair yang handal. Ini bukan karya manusia. Tidak ada yang dapat menciptakannya kecuali Tuhan sendiri”. Lalu Umar al-Khattab pergi menghadap Rasulullah s.a.w dan menyatakan keislamannya.
 
Umar al-Khattab membaca ayat al-Quran, Kalam Allah s.w.t dan serta-merta dia melihat kebenarannya. Umar tidak memerlukan kepada alam dan makhluk sekaliannya sebagai dalil dan bukti. Kebenaran itu sendiri menjadi dalil baginya. Kalam Allah s.w.t sendiri yang menyampaikan Umar kepada-Nya. Allah s.w.t yang menerangi hati Umar dengan makrifat-Nya. Makrifatullah yang menerangi makrifat alam sehingga alam itu dikenali melalui sumber  yaitu Allah s.w.t sendiri. Orang yang mencari menyusur dari ranting ke dahan, turun ke batang lalu pergi kepada umbi sebelum menemui benih yang melahirkan pokoknya. Orang yang telah dibawa kepada Tuhan melihat dari asal mulanya, melihat benih yang darinya muncul pokok yang cukup lengkap.
 
Perbedaan arah pemandangan dan pemikiran menyebabkan terjadi perbedaan daya nilai dan daya rasa. Orang akal lebih cenderung kepada kepemahaman falsafah yang berdiri di atas kemanusiaan sejagat yaitu fitrah manusia. Keberkesanan hukum sebab-akibat membentuk formula-formula yang seterusnya melahirkan hukum logika yang dipegang oleh akal. Sukar bagi akal untuk melihat bahwa Allah s.w.t yang meletakkan dan menetapkan keberkesanan hukum sebab-akibat itu. Orang akal memerlukan masa untuk berpikir dan menimbang sehingga mereka melihat dan mengakui  kesempurnaan hukum yang mereka pegang itu. Setelah sampai kepada pengakuan yang demikian barulah mereka beralih memerhatikan apa yang datang dari Tuhan.
 
Orang hati pula terus menyaksikan ketuhanan pada apa yang disaksikan. Mereka melihat perjalanan sebab dan akibat sebagai tadbir Allah s.w.t. Mereka juga mengambil sebab dalam melakukan sesuatu tetapi ketika mengambil sebab itu hati memandang kepada Allah s.w.t, meletakkan semua kepada-Nya yang mentadbir sebab musabab itu, bukan bersandar kepada sebab semata-mata atau alasan lain. Jika sebab gagal menghasilkan akibat menurut hukum logika, orang hati melihat kekuasaan Allah s.w.t mengatasi segala sebab. Orang akal yang berhadapan dengan keadaan yang demikian sering diganggu oleh kekeliruan dan mereka mencari formula baru untuk mengembangkan logika.
 
Walaupun terdapat perbedaan cara memandang tetapi tidak seharusnya berselisihan di antara dua golongan tersebut. Satu golongan harus menghormati daya nilai dan daya rasa golongan yang satu lagi. Walau bagaimana pun orang akal harus sadar bahwa mereka sedang bergerak ke arah daerah orang hati karena iman, ikhlas, berserah diri, takwa dan lain-lain . Nilai baik dalam agama adalah nilai hati yang mengeluarkan niat dan berserah diri.

BATHINIAH MEMPENGARUHI LAHIRIAH

Jumat, 22 April 2011


APA YANG TERSIMPAN DALAM KEGHAIBAN RAHASIA HATI BERBEKAS NYATA PADA ZAHIRNYA.

Allah s.w.t mengurniakan kepada hati hamba-hamba-Nya yang bahagia dengan Nur Zikir, Nur Kalbu, Nur Akal, Nur Iman dan Nur Makrifat. Karunia Allah s.w.t yang demikian itu merupakan rahasia-rahasia yang tidak diketahui oleh makhluk. Setiap hamba yang dibawa ke Hadirat-Nya mempunyai rahasia sendiri dan tidak diketahui oleh hamba-hamba yang lain, walaupun mereka berada pada tingkatan yang sama. 

Seorang guru pun tidak tahu rahasia muridnya dengan Tuhannya. Apa yang Allah s.w.t karuniakan kepada seorang hamba pilihan-Nya tidak serupa dengan yang dikaruniakan kepada hamba pilihan yang lain. Karunia Allah s.w.t kepada seorang nabi berbeda daripada karunia terhadap nabi-nabi yang lain. Karunia Allah s.w.t yang tersimpan dalam keghaiban rahasia hati itu menjadi penggerak kepada pembentukan diri seseorang, hingga dia dapat dikenal dan dibedakan daripada orang lain. Karunia Rahasia Allah s.w.t kepada Isa a.s menyebabkan beliau a.s dikenal sebagai Roh Allah. Karunia Rahasia Allah s.w.t kepada Musa a.s menyebabkan beliau a.s dikenal sebagai Kalim Allah. Karunia Rahasia Allah s.w.t kepada Ibrahim a.s menyebabkan beliau a.s dikenal sebagai Khalil Allah. Karunia Rahasia Allah kepada Nabi Muhammad s.a.w menyebabkan baginda s.a.w dikenali sebagai Habiballah. Aulia Allah s.w.t juga menerima karunia Rahasia Allah s.w.t dan masing-masing memiliki keperibadian yang tersendiri

Nur Ilahi yang menyinari hati seseorang akan mengubah suasana hati itu dan sekaligus perwatakan dan perawakan orang itu. Perubahan pada perwatakan dapat dilihat pada tingkah-laku dan perbuatan. Sinaran Nur Zikir akan melahirkan seorang yang gemar berzikir, mengingati Allah s.w.t semasa duduk, berdiri, ketika sendirian dan juga ketika berada  dalam perkumpulan. Lidahnya sentiasa basah dengan sebutan nama-nama Allah s.w.t. Sinaran Nur Kalbu akan membuat seseorang berlapang dada, tidak cemas menghadapi ujian dan gemar mendekati Allah s.w.t. Sinaran Nur Akal akan melahirkan sikap suka bertafakur sehingga terbukalah kepadanya Rahasia-rahasia ketuhanan yang menjadi penggerak kepada perjalanan alam maya ini. Muncullah dari lidahnya Kalam Hikmah yang mempesonakan siapa saja yang mendengarnya. Sinaran Nur Iman mewujudkan keyakinan yang tidak berbelah  kepada perkara ghaib yang dialaminya sekalipun pikiran tidak dapat menerimanya. Kepercayaan dan keyakinannya tidak bergoncang lantaran mendapat bantahan dan sindiran. Sinaran Nur Makrifat menerangi mata hati untuk mengenal Allah s.w.t, melihat-Nya pada semua kejadian. Tidak kabur pandangan mata hatinya lantaran kekeruhan-kekeruhan yang berlaku di dalam dunia ini. Tidak terbalik pandangan mata hatinya lantaran mendapat kemuliaan dan kekeramatan.

Nur Ilahi bukan saja mengubah perwatakan tetapi juga mengubah perawakan. Bukan rupa-bentuk muka yang berubah tetapi cahaya pada wajahnya yang berubah, menyebabkan siapa saja yang melihatnya akan merasa senang. Misalnya, cahaya Nur Ilahi yang  gemilang menyinari wajah Yusuf a.s telah mempesonakan wanita-wanita Mesir sehingga mereka tidak sadar mengiris jari sendiri dan tidak merasai sakitnya akibat terpukau memandang keindahan wajah Yusuf a.s. Begitulah kuatnya kesan sinaran Nur Ilahi yang tersembunyi secara ghaib di dalam hati rohani hamba-hamba Allah s.w.t yang dipilih untuk memperolehinya.

Anugerah Allah s.w.t, yaitu nur-nur, kepada hati hamba-hamba-Nya yang beriman menjadi daya dan upaya bagi hati untuk berpegang kuat kepada tauhid, mencintai segala yang berkesesuaian dengan Islam dan membenci segala bentuk kekufuran. Daya dan upaya nur yang pada hati ternyata melalui perbuatan dan juga wajah orang berkenaan.


Nabi Muhammad (s.a.w) adalah Rasul Allah; dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir yang (memusuhi Islam), dan sebaliknya bersikap kasih sayang serta belas kasihan sesama sendiri (umat Islam). Engkau melihat mereka tetap beribadah, rukuk dan sujud, dengan mengharapkan limpah kurnia (pahala) dari Tuhan mereka serta mengharapkan keridhaan-Nya. Tanda yang menunjukkan mereka (sebagai orang-orang yang salih) terdapat pada muka mereka – dari kesan sujud (dan ibadah mereka yang ikhlas). ( Ayat 29 : Surah al-Fat-h )

Tanda nyata pada sifat pengikut-pengikut Nabi Muhammad s.a.w adalah mereka tidak bertolak pada perkara yang merusakkan akidah. Iman tidak boleh ditukar-ganti dengan harta, pangkat atau kemuliaan. Iman adalah cahaya dan kekufuran pula adalah kegelapan. Cahaya dan gelap tidak boleh bersepakat.

Mereka yang sangat keras menentang kekufuran itu sangat berlemah-lembut apabila bersama-sama dengan orang yang beriman. Hubungan hati-hati yang beriman adalah kasih sayang dan kerinduan. Orang yang beriman inginkan kebaikan kepada saudaranya yang beriman. Mereka tidak merusakkan atau menjatuhkan sesama mereka. Kebaikan yang Allah s.w.t kurniakan digunakan untuk meringankan beban saudara-saudaranya yang beriman. Mereka mengutamakan orang yang beriman daripada orang yang tidak nyata imannya atau yang nyata kekufuran dan kemunafikannya. Keselamatan iman adalah apabila ia dipertahankan daripada dicerobohi oleh kekufuran dan kemunafikan. Akal mengenali kekufuran melalui tanda-tanda yang diceritakan oleh ayat-ayat al-Quran. Hati mengenali kekufuran melalui Nur Ilahi yang membuka kekufuran dan kemunafikan itu kepadanya.

Nur karunia Allah s.w.t yang menjadi daya dan upaya hati seterusnya mempunyai kekuatan untuk mengawal pancaindera orang yang beriman itu. Setiap anggota digunakan untuk berbakti kepada Allah s.w.t, enggan ia berbuat maksiat. Orang yang beriman tekun berbuat ibadah, mencari karunia dan keridha'an-Nya.

Nur yang  dalam Rahasia hati itu juga memancarkan sinarnya sehingga kelihatan pada wajah orang yang berkenaan. Jika perasaan yang bersembunyi dalam hati, seperti marah dan riya, boleh ketara pada wajah, sinaran cahaya nur lebih kuat lagi berbekas pada wajah.



Barangsiapa yang jernih dalam batinnya, akan diperbaiki Allah apa yang nyata pada wajahnya. ( Ucapan Umar al-Khattab )

Kesucian hati seseorang memancarkan cahaya yang dapat ditangkap oleh cermin hati orang lain yang bersih. Apabila cahaya iman berjumpa dengan cermin hati orang yang beriman akan lahirlah rasa persaudaraan muslim yang sejati. Persaudaraan yang begini tidak ada kepentingan diri dan tidak ada perlumbaan untuk menduduki tempat yang lebih tinggi. Mereka saling bantu membantu dalam melakukan pengabdian kepada Allah s.w.t.


Allah s.w.t menentukan bahawa yang tersembunyi dalam hati mengeluarkan tanda pada zahir. Dalam banyak perkara Allah s.w.t menjelaskan tanda-tanda tersebut melalui wahyu-Nya. Tuhan Yang Maha Pemurah berbuat demikian agar orang yang beriman tidak tertipu oleh kemanisan bahasa kemunafikan dan kekufuran. Mempertahankan iman daripada kemunafikan dan kekufuran adalah satu jihad yang besar. Manusia tidak berdaya berbuat demikian tanpa pertolongan Allah s.w.t. Apabila Allah s.w.t memberi pertolongan dengan menunjukkan tanda-tanda sesuatu, ambillah manfaat daripadanya. 

PERMULAAN DAN KESUDAHAN

Senin, 14 Maret 2011
TANDA AKAN KEBERHASILAN PADA AKHIR PERJUANGAN ADALAH KUAT MENYERAH DIRI KEPADA ALLAH S.W.T  PADA AWAL PERJUANGAN.
BARANGSIAPA CEMERLANG PERMULAANNYA, AKAN CEMERLANGLAH KESUDAHANNYA.
Hikmah 34 merumuskan intisari kesemua Kalam Hikmah yang diuraikan terlebih dahulu. Berserah diri kepada Allah s.w.t, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan segala urusan kepada-Nya adalah jalan untuk mendekati Allah s.w.t. Kesemua ini dapat diibaratkan sebagai kendaraan, sementara ilmu dan amal diibaratkan sebagai roda. Barang siapa yang hanya membina roda tetapi tidak membina kendaraan, maka dia akan memikul roda bukan menaiki kendaraan. Dia akan keletihan dan berhenti di tengah jalan sambil asyik bermain-main dengan roda seperti kanak-kanak.
 
Persoalan berserah diri sering menimbulkan kekeliruan kepada orang yang berlarut membincangkan mengenainya. Suasana hati dan derajat akal mengeluarkan berbagai uraian tentang berserah diri kepada Allah s.w.t. Ada orang yang beranggapan berserah diri adalah berpeluk tubuh atau berdiam diri, tidak melakukan apa-apa. Ada pula  yang  berpendapat orang yang berserah diri itu hidup dalam ibadah semata-mata, tidak memperdulikan kehidupan harian. Banyak lagi yang beranggapan dan berpendapat yang dikemukakan dalam menjelaskan mengenai berserah diri. 

Sifat orang yang berserah diri adalah merujuk suatu perkara yang diperselisihkan kepada Allah s.w.t. Mereka tidak taasub memegang sesuatu fahaman yang diperoleh melalui pikirannya atau pendapat orang lain. Mereka bersedia melepaskan pemahaman dan pendapat pribadi dengan peraturan dan hukum Tuhan. 

Sewaktu hidup di dalam dunia ini mereka mengembalikan segala urusan kepada Allah s.w.t karena mereka yakin bahwa diri mereka dan urusan mereka akan kembali juga kepada Allah s.w.t di akhirat kelak. Perjumpaan dengan Allah s.w.t di akhirat menguasai tindakan mereka sewaktu hidup di dunia ini.
Dan (katakanlah wahai Muhammad kepada pengikut-pengikutmu): “Apa  perkara agama yang kamu perselisihkan  padanya maka hukum pemutusnya terserah kepada Allah; Hakim yang demikian kekuasaan-Nya ialah Allah Tuhanku; kepada-Nya jualah aku berserah diri dan kepada-Nya jualah aku rujuk kembali (dalam segala keadaan)”.( Ayat 10 : Surah asy-Syura )
Orang yang berserah diri kepada Allah s.w.t, mengembalikan urusan mereka kepada-Nya, meyakini bahwa golongan manusia yang benar-benar mengerti kehendak Allah s.w.t adalah golongan nabi-nabi. Oleh karena itu pegangan dan tindakan para nabi mesti dijadikan sandaran dalam membentuk pegangan pribadi dan juga dalam melakukan tindakan.
Dan ia (Yakub) berkata lagi: “Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk (ke bandar Mesir) dari sebuah pintu saja, tetapi masuklah dari beberapa buah pintu yang berlainan Dan aku (dengan nasihatku ini), tidak dapat menyelamatkan  kamu dari sesuatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah. Kuasa menetapkan sesuatu (sebab dan musabab) itu hanya tertentu bagi Allah. Kepada-Nya  aku berserah diri, dan kepada-Nya hendaknya berserah diri bagi orang-orang yang mau berserah diri”. ( Ayat 67 : Surah Yusuf )
Ayat di atas menceritakan sifat berserah diri yang ada pada Nabi Yakub a.s. Beliau a.s menasihatkan anak-anaknya yang sebelas orang itu memasuki kota Mesir melalui pintu-pintu yang berlainan. Allah S.W.T menunjukkan Nabi Yakub a.s mengakui tuntutan berikhtiar sebagaimana kedudukan mereka sebagai manusia. Walaupun begitu Nabi Yakub a.s mengingatkan pula anak-anaknya bahwa mengikuti nasihat beliau a.s bukanlah jaminan yang anak-anaknya akan selamat dan mendapatkan apa yang mereka cari. Ikhtiar pada zahir mesti disertai dengan iman pada bathin. 

Orang yang beriman meyakini bahwa Allah s.w.t saja yang mempunyai kuasa penentuan. Oleh yang demikian orang yang beriman dituntut agar berserah diri kepada Allah s.w.t saja, tidak berserah diri kepada yang lain, sekalipun yang lain itu adalah malaikat, wali-wali ataupun ayat-ayat Allah s.w.t. Allah s.w.t yang menguasai malaikat, wali-wali dan ayat-ayat-Nya. Penyerahan bulat kepada Allah s.w.t bukan kepada sesuatu yang dinisbahkan kepada-Nya. Perkara ini dinyatakan oleh Nabi Hud a.s sebagaimana yang diceritakan oleh ayat berikut:

“Karena sesungguhnya aku telah berserah diri kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kamu! Tiadalah sesuatupun dari makhluk-makhluk yang bergerak di muka bumi melainkan Allah jualah yang menguasainya. Sesungguhnya Tuhanku tetap di atas jalan yang lurus”. ( Ayat 56 : Surah Hud )  

Tuhan berada di atas jalan yang lurus. Tuhan tidak mengantuk, tidak lalai, tidak keliru dan tidak melakukan kesalahan. Apa saja yang Tuhan lakukan adalah benar dan tepat. Tuhan berbuat sesuatu atas dasar ketuhanan dan dengan sifat ketuhanan, tidak ada pilih kasih. Dia adalah Tuhan Yang Maha Adil. Pekerjaan-Nya adalah adil. Dia adalah Tuhan Yang Maha Mengerti dan Maha Bijaksana.

Pekerjaan-Nya adalah sempurna, teratur dan rapi. Dia adalah Tuhan Pemurah dan Penyayang. Pekerjaan-Nya tidak ada yang zhalim. Tuhan yang memiliki sifat-sifat ketuhanan yang baik-baik itu mengadakan peraturan untuk diikuti. Mengikuti peraturan-Nya itulah penyerahan kepada-Nya. Nabi-nabi dan orang-orang yang beriman diperintahkan supaya menyampaikan kepada umat manusia apa yang datang daripada Allah s.w.t. 

Pekerjaan manusia adalah menyampaikan. Jika apa yang disampaikan itu tidak diterima, maka serahkan kepada Allah s.w.t. Dia memiliki Arasy yang besar, yang memagari sekalian makhluk. Tidak ada makhluk yang dapat menembusi Arasy-Nya. Arasy-Nya adalah pagar Qadar. Apa yang dia ciptakan dan tentukan untuk makhluk-Nya dipagari oleh Arasy.


Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika bapak-bapak kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, dan harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, - (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad untuk agama-Nya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusan-Nya (azab siksa-Nya); karena Allah tidak akan memberi petunjuk  kepada orang-orang yang fasiq (durhaka)”. ( Ayat 24 : Surah at-Taubah )
  Perlu dipahamkan bahwa sekalipun seorang hamba telah berserah diri kepada Allah s.w.t, tanpa Allah s.w.t menerimanya tidak mungkin tercapai tujuannya. Penerimaan Allah s.w.t yang benar-benar membawa hamba kepada-Nya. Tanda Allah s.w.t menerima hamba-Nya adalah terdapat kecemerlangannya dimasa permulaan. Berlaku semua perubahan-perubahan kepada diri si hamba itu. Sifat buruknya terbuang dan sifat terpuji menghiasinya. Dia menjadi gemar beribadah dan berbuat taat. Semakin jauh perjalanannya semakin cemerlang hatinya. Dia diterangi oleh Nur Ilahi dan dikurniakan ilmu laduni, yaitu ilmu mengenal Allah s.w.t. Nur Makrifat menyinarinya, maka kenallah dia pada Tuhannya.

SANDARKAN NIAT KEPADA ALLAH S.W.T

Selasa, 01 Maret 2011
TIDAK SIA-SIA SESUATU MAKSUD APABILA DISANDARKAN KEPADA ALLAH S.W.T DAN TIDAK MUDAH TERCAPAI TUJUAN JIKA DISANDARKAN KEPADA DIRI SENDIRI.
 
Hikmah yang lalu menggambarkan keadaan hamba Allah s.w.t yang mempunyai maksud yang baik yaitu mau mengubah dunia supaya menjadi tempat kehidupan yang sentosa, tetapi ternyata gagal melaksanakannya, maksudnya apabila dia bersandar kepada kekuatan dirinya sendiri. Allah s.w.t menyifatkan dunia sebagai tempat huru-hara dan kekeruhan. Barang siapa yang memasukinya pasti berjumpa dengan keadaan tersebut. Kekuatan huru-hara dan kekeruhan yang ada pada dunia sangatlah kuat karena Allah s.w.t yang meletakkan hukum kekuatan itu padanya. Percobaan untuk mengubah apa yang Allah s.w.t tentukan akan menjadi sia-sia. Allah s.w.t yang menetapkan suatu perkara, hanya Dia saja yang dapat mengubahnya. Segala kekuatan, baik dan buruk, semuanya datang daripada-Nya. Oleh yang demikian itu jika mau menghadapi sesuatu kekuatan yang datang dari-Nya haruslah dengan kekuatan-Nya. Kekuatan yang paling kuat bagi menghadapi kekuatan yang dipunyai oleh dunia adalah kekuatan berserah diri kepada Allah s.w.t. Kembalikan semua urusan kepada-Nya. Rasulullah s.a.w telah memberi pengajaran dalam menghadapi bencana dengan ucapan dan penghayatan:
 
Kami datang dari Allah. Dan kepada Allah kami kembali.
 
Semua perkara datangnya dari Allah s.w.t dan akan kembali kepada Allah s.w.t juga. Misalnya, api yang dinyalakan, dari mana datangnya jika tidak dari Allah s.w.t dan ke mana perginya bila dipadamkan jika tidak kepada Allah s.w.t.
 
Apabila suatu maksud disandarkan kepada Allah s.w.t maka menjadi hak Allah s.w.t untuk melaksanakannya. Nabi Adam a.s mempunyai maksud yang baik yaitu mau menyebarkan agama Allah s.w.t di atas muka bumi ini dan menyandarkan maksud yang baik itu kepada Allah s.w.t dan Allah s.w.t menerima maksud tersebut. Setelah Nabi Adam a.s wafat, maksud dan tujuan beliau a.s diteruskan. Allah s.w.t memerintahkan maksud tersebut dipikul oleh nabi-nabi yang lain sehingga kepada nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad s.a.w. Setelah Nabi Muhammad s.a.w wafat ia dipikul pula oleh para ulama yang menjadi pewaris nabi-nabi. Ia tidak akan berhenti selama ada orang yang menyeru kepada jalan Allah s.w.t. Jika dipandang dari segi perjalanan pahala maka dapat dikatakan pahala yang diterima oleh Nabi Adam a.s karena maksud baiknya berjalan terus selama agama Allah s.w.t berkembang dan selagi ada orang yang mewarisi dan meneruskan perjuangannya ini.
 
 Maksud menyerah diri kepada Allah s.w.t, bersandar kepada-Nya dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya harus difahami dengan mendalam. Kita hendaklah memasang niat yang baik, dan beramal berkesesuaian dengan makam kita. Allah s.w.t yang menggerakkan niat itu dan melaksanakan amal yang berkenaan dengannya. Cara pelaksanaannya adalah hak mutlak Allah s.w.t. Kemungkinan kita tidak sempat melihat asas yang kita bina siap menjadi bangunan, namun kita yakin bangunan itu akan siap karena Allah s.w.t mengambil hak pelaksanaannya. Maksud dan tujuan kita tetap akan menjadi kenyataan walaupun kita sudah memasuki liang lahat. Pada masa kita masih hidup kita hanya sempat meletakkan batu asas, namun pada ketika itu mata hati kita sudah dapat melihat bangunan yang akan siap. Rasulullah s.a.w sudah dapat melihat perkara yang akan berlaku sesudah baginda s.a.w wafat, diantaranya yaitu kejatuhan kerajaan Rum dan Parsi ke tangan orang Islam semasa pemerintahan khalifah ar-rasyidin. Sekalian nabi-nabi mursalin yang dibangkitan sebelum Nabi Muhammad s.a.w sudah dapat melihat kedatangan baginda s.a.w sebagai penutup dan pelengkap kenabian. Begitulah tajamnya pandangan mata hati mereka yang bersandar kepada Allah s.w.t dan menyerahkan kepada-Nya tugas mengurus umat.
 
Tidak ada jalan bagi seorang hamba kecuali berserah diri kepada Tuhannya. Semua Hikmah dari yang pertama hingga kepada yang ke 33 ini, sekiranya disambungkan akan membentuk satu landasan yang menuju satu arah yaitu berserah diri kepada Allah s.w.t. Hikmah-hikmah yang telah dipaparkan membicarakan soal pokok yang sama, diambil dari berbagai sudut dan aspek supaya lebih jelas dan nyata bahwa hubungan sebenar-benarnya seorang hamba dengan Tuhan adalah berserah diri. Rasulullah s.a.w telah mewasiatkan kepada Ibnu Abbas r.a:

 
Apabila kamu bermohon, maka bermohonlah kepada Allah s.w.t. Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah s.w.t. Dan, ketahuilah bahwa sekiranya sekalian makhluk saling bantu membantu kamu untuk memperoleh sesuatu yang tidak ditulis Allah s.w.t untuk kamu, pasti mereka tidak akan sanggup mengadakannya. Dan, sekiranya sekalian makhluk mau memudharatkan kamu dengan sesuatu yang tidak ditulis Allah s.w.t buat kamu, niscaya mereka tidak sanggup berbuat demikian. Segala buku telah terlipat dan segala pena telah kering.

SIFAT KEHIDUPAN DUNIAWI

JANGAN KAMU MENGHERANKAN LANTARAN TERJADI KEKERUHAN KETIKA KAMU BERADA DI DALAM DUNIA, KARENA SESUNGGUHNYA KEKERUHAN ITU TIDAK TERJADI MELAINKAN SEPERTI ITULAH YANG HARUS TERJADI DAN ITULAH SIFATNYA (DUNIA) YANG ASLI.
 
Hikmah yang lalu menyingkap halangan secara umum dan  Hikmah 32 ini pula mengkhususkan kepada dunia sebagai hijab yang menutupi pandangan hati terhadap Allah s.w.t. Halangan inilah yang banyak dihadapi oleh manusia. Manusia menghadapi peristiwa yang berlaku di dalam dunia dengan salah satu dari dua sikap yaitu sama, mereka melihat apa yang terjadi adalah akibat perbuatan makhluk ataupun mereka memandangnya sebagai perbuatan Tuhan. Hikmah 32 ini menerangkan kepada golongan yang melihat peristiwa yang berlaku dalam dunia sebagai perbuatan Tuhan tetapi mereka tidak dapat melihat hikmah kebijaksanaan Tuhan dalam perbuatan-Nya.
 
Manusia yang telah memperoleh keinsafan dan hatinya sudah mulai bersih, dia akan cenderung untuk mencari kesempurnaan. Dia sangat ingin untuk melihat syariat Allah s.w.t menjadi yang termulia di atas muka bumi ini. Dia sangat ingin melihat umat Nabi Muhammad s.a.w menjadi pemimpin kepada sekalian umat manusia. Dia ingin melihat semua umat manusia hidup rukun damai Dia inginkan segala perkara yang baik-baik dan sanggup berkorban untuk mendatangkan kebaikan kepada dunia. Begitulah sebagian daripada keinginan yang lahir di dalam hati orang yang hatinya sudah berangsur bersih. Tetapi apa yang terjadi adalah kebalikan daripada apa yang menjadi hasrat murni si hamba Allah s.w.t yang insaf itu. Huru- hara berlaku dimana-mana. Pembunuhan berlaku di sana sini. Umat Islam ditindas di merata tempat. Kezhaliman dan ketidak-adilan berlaku dengan leluasa. Seruan kepada kebaikan tidak di indahkan. Ajakan kepada perdamaian tidak dipedulikan. Perbuatan maksiat terus  dilakukan tanpa segan-segan.
 
Si hamba tadi melihat kekeruhan yang terjadi di dalam dunia dan merasakan seperti mata tombak menikam ke dalam hatinya. Hatinya merintih, “Agama-Mu dipermainkan, di manakah pembelaan dari-Mu wahai Tuhan! Umat Islam ditindas, di manakah pertolongan-Mu Wahai Tuhan! Seruan kepada jalanMu tidak disambut, apakah Engkau hanya berdiam diri wahai Tuhan! Manusia melakukan kezhaliman, kemaksiatan dan kemunkaran, apakah Engkau hanya membiarkan wahai Tuhan?” Beginilah keadaan hati orang yang berasa heran melihat kekeruhan kehidupan dunia ini dan dia tidak berkuasa menjernihkannya. Allah s.w.t menjawab keluhan hamba-Nya dengan firmanNya:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. Mereka bertanya (tentang hikmah ketetapan Tuhan itu dengan berkata): “Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah , padahal kami sentiasa bertasbih memuji-Mu dan mensucikan-Mu?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak mengetahuinya”. ( Ayat 30 : Surah al-Baqarah )
  Para malaikat sudah dapat membayangkan tentang kehidupan dunia yang akan dijalani oleh makhluk berbangsa manusia sebelum manusia pertama diciptakan. Sifat dunia yang dinyatakan oleh malaikat adalah huru-hara dan pertumpahan darah. Dunia adalah ibu sementara huru-hara dan pertumpahan darah adalah anaknya. Ibu tidak melahirkan kecuali anak dari jenisnya juga. Kelahiran huru-hara, peperangan, pembunuhan dan sebagainya di dalam dunia adalah sesuatu yang seharusnya terjadi di dalam dunia, maka tidak perlu diherankan. Jika terdapat kedamaian dan keharmonian di sana-sini di dalam dunia, itu adalah ilusi hati  atau kelahiran yang tidak mengikut sifat ibunya. Seterusnya Allah s.w.t menceritakan tentang dunia:

Allah berfirman, “Turunlah kamu semuanya, dengan keadaan setengah  kamu menjadi musuh bagi setengahnya yang lain, dan bagi kamu disediakan tempat kediaman di bumi, dan juga diberi kesenangan hingga ke suatu ketika (mati)”. ( Ayat 24 : Surah al-A’raaf )
  Allah berfirman lagi : “Di bumi itu kamu hidup dan di situ juga kamu mati, dan daripadanya pula kamu akan dikeluarkan (dibangkitkan hidup semula pada hari kiamat)”. ( Ayat 25 : Surah al-A’raaf)
 

 
Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati, dan bahwasanya pada hari kiamat sajalah akan disempurnakan balasan kamu. Ketika itu barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke  syurga maka sesungguhnya ia telah menang. Dan (ingatlah bahwa) kehidupan di dunia ini (meliputi segala kemewahannya dan pangkat kebesarannya) tidak lain hanyalah kesenangan bagi orang-orang  yang terpedaya. ( Ayat 185 : Surah a-li ‘Imraan )
Allah s.w.t menerangkan dengan jelas tentang sifat-sifat dunia yang dihuni oleh manusia. Manusia salling bermusuhan sesama sendiri, saling rusak-merusakan dan kesenangannya adalah tipu daya. Segala perkiraan dan pembalasan yang berlaku di dalam dunia ini tidak sempurna.
Manusia dibagi  dua golongan yaitu yang beriman dan yang tidak beriman. Golongan yang tidak beriman menerima upah terhadap kebaikan yang mereka lakukan semasa di dunia ini dan di akhirat kelak mereka tidak boleh  menuntut apa-apa lagi dari Tuhan. Janganlah mengherankan dan bersuka-cita sekiranya Tuhan membalas kebaikan mereka ketika mereka masih hidup di dalam dunia dengan memberikan kepada mereka dengan berbagai kelebihan dan kemewahan. Mereka tidak berhak lagi menuntut nikmat akhirat dan tempat kembali mereka di sana kelak adalah neraka jahanam. 
Begitu juga janganlah mengherankan dan berduka-cita sekiranya orang-orang yang beriman dan beramal salih terpaksa menghadapi penderitaan dan penghinaan semasa hidup di dunia. Dunia ini tidak layak menjadi tempat buat Allah s.w.t membalas kebaikan mereka. Balasan kebaikan dari Allah s.w.t sangat tinggi nilainya, sangat mulia dan sangat agung, tidak layak dimuatkan di dalam dunia yang hina dan rendah ini. Dunia hanyalah tempat hidup, beramal dan mati. Bila datang kiamat kita akan dibangkitkan dan menunggu negeri yang abadi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LISTEN TO QUR'AN

Listen to Quran