HIJAB YANG MENJADI PENGHALANG PERJALANAN SEORANG HAMBA

Rabu, 26 Januari 2011

BAGAIMANA HATI AKAN DAPAT DISINARI, SEDANGKAN GAMBAR-GAMBAR ALAM MAYA MELEKAT PADA CERMINNYA. ATAU BAGAIMANA MUNGKIN  BERJUMPA KEPADA ALLAH S.W.T SEDANGKAN DIA MASIH DIBELENGGU OLEH SYAHWATNYA. ATAU BAGAIMANA AKAN MASUK KE HADIRAT ALLAH S.W.T , SEDANGKAN DIA MASIH BELUM SUCI DARI JUNUB KELALAIANNYA.  BAGAIMANA MENGHARAP UNTUK MENGERTI RAHASIA-RAHASIA YANG HALUS, SEDANGKAN DIA BELUM TAUBAT DARI DOSANYA .

Hikmah 12 memberi penekanan tentang uzlah yaitu mengasingkan diri. Hikmah 13  memperingatkan bahwa uzlah tubuh badan saja tidak memberi kesan yang baik jika hati tidak ikut beruzlah. Walaupun tubuh badan dikurung hati masih harus mengikuti empat perkara: 

1.  Keinginan terhadap benda-benda alam seperti harta, perempuan, pangkat dan lain-lain. 
2.  Syahwat yang mengarahkan perhatian kepada apa yang dikehendaki. 
3.  Kelalaian yang menutup ingatan terhadap Allah s.w.t. 
4.  Dosa yang tidak dibasuh dengan taubat dan masih mengotorkan hati.


Diri manusia  tersusun dari anasir tanah, air, api dan angin. Ia juga diresapi oleh unsur-unsur alam seperti barang tambang, tumbuh-tumbuhan, hewan, syaitan dan malaikat. Tiap-tiap anasir dan unsur itu menarik hati kepada diri masing-masing. Tarik menarik itu akan menimbulkan kekacauan di dalam hati. Kekacauan itu pula menyebabkan hati menjadi keruh. Hati yang keruh tidak dapat menerima sinaran nur yang melahirkan iman dan tauhid. Mengobati kekacauan hati adalah penting untuk menerima maklumat dari Alam Malakut. Hati yang rusak atau kotor itu bisa distabilkan dengan cara menundukkan semua anasir dan unsur tadi kepada syariat. Syariat menjadi tali yang dapat mengikat musuh-musuh yang dapat mengalahkan hati. Penting bagi seorang murid yang menjalani jalan kerohanian menjadikan syariat sebagai payung yang mengharmonikan perjalanan anasir-anasir dan daya-daya yang menyerap ke dalam diri agar cermin hatinya bebas daripada gambar-gambar alam maya. Bila cermin hati sudah bebas daripada gambar-gambar dan tarikan tersebut, hati dapat menghadap ke Hadirat Ilahi.

Selain tarikan benda-benda alam, hati bisa juga tunduk kepada syahwat. Syahwat bukan saja rangsangan hawa nafsu yang rendah. Semua bentuk kehendak diri sendiri yang berlawanan dengan kehendak Allah s.w.t adalah syahwat. Kerja syahwat adalah mengajak manusia supaya lari dari hukum dan peraturan Allah s.w.t serta membangkang takdir Ilahi. Syahwat membuat manusia tidak ridha dengan keputusan Allah s.w.t. Seseorang yang mau menuju Allah s.w.t perlulah melepaskan dirinya dari belenggu syahwat dan kehendak diri sendiri, lalu masuk ke dalam benteng aslim yaitu berserah diri kepada Allah s.w.t dan ridha dengan takdir-Nya.

Perkara ke tiga yang dibangkitkan oleh Hikma ke 13 ini adalah kelalaian yang diistilahkan sebagai junub batin. Orang yang berjunub adalah tidak suci dan dilarang melakukan ibadah atau memasuki masjid. Orang yang berjunub batin tidak akan bisa berdekatan dengan Hadirat Ilahi. Orang yang di dalam junub batin yaitu kelalaian hati, kedudukannya seperti orang yang berjunub zahir, di mana amal ibadahnya tidak diterima. Allah s.w.t mengancam untuk mencampakkan orang yang melaksanakan shalat dengan lalai (dalam keadaan berjunub batin)  ke dalam neraka wil. Begitu hebat sekali ancaman Allah s.w.t kepada orang yang menghadap-Nya dengan hati yang lalai.

Mengapa begitu hebat sekali ancaman Allah s.w.t kepada orang yang lalai? Bayangkan hati itu berupa dan berbentuk seperti rupa dan bentuk kita yang zahir. Hati yang khusyuk adalah umpama orang yang menghadap Allah s.w.t dengan mukanya, duduk dengan tertib, bertutur kata dengan sopan santun dan tidak berani mengangkat kepala di hadapan Maharaja Yang Maha Agung. Hati yang lalai adalah umpama orang yang menghadap dengan belakangnya, duduk secara biadab, bertutur kata tidak tentu ujung pangkalnya dan kelakuannya sangat tidak sopan. Perbuatan demikian adalah suatu penghinaan terhadap martabat ketuhanan Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Jika raja didunia murka dengan perbuatan demikian maka Raja kepada sekalian raja-raja lebih berhak melemparkan kemurkaan-Nya kepada hamba yang biadab itu dan layaklah jika si hamba yang demikian dimasukan ke dalam neraka wil. Hanya hamba yang khusyuk, yang tahu sopan santun di hadapan Tuhannya dan mengagungkan Tuhannya, maka ia yang layak masuk ke Hadirat-Nya. Sementara hamba yang lalai, tidak tahu bersopan santun tidak layak mendekati-Nya.

Perkara yang ke empat adalah dosa-dosa yang belum ditebus dengan taubat. Dosa-dosanya menjadi penghalang seorang hamba untuk memahami rahasia-rahasia yang halus-halus tentang ketuhanan. Pintu  perbendaharaan Allah s.w.t yang tersembunyi adalah taubat! Orang yang telah mensucikan hatinya hanya mampu berdiri di luar pintu Rahasia Allah s.w.t selagi dia belum bertaubat, samalah seperti orang yang mati syahid yang belum menjelaskan hutangnya terpaksa menunggu di luar syurga. Jika dia mau masuk ke dalam Perbendaharaan Allah s.w.t yang tersembunyi yang mengandungi rahasia yang halus-halus wajiblah bertaubat. Taubat itu sendiri merupakan rahasia yang halus. Orang yang tidak memahami rahasia taubat tidak akan mengerti mengapa Rasulullah s.a.w yang tidak pernah melakukan dosa masih juga memohon keampunan, sedangkan sekalipun baginda s.a.w  berdosa semuanya diampunkan Allah s.w.t. Adakah Rasulullah s.a.w tidak yakin bahwa Allah s.w.t mengampunkan semua dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan baginda s.a.w (jika ada)?

Maksud taubat adalah kembali, yaitu kembali kepada Allah s.w.t. Orang yang melakukan dosa tercampak jauh dari Allah s.w.t. Walaupun orang ini sudah berhenti melakukan dosa malah dia sudah melakukan amal ibadah dengan banyaknya, namun tanpa taubat dia tetap tinggal berjauhan dari Allah s.w.t. Dia telah masuk ke dalam golongan hamba yang melakukan amal salih tetapi yang berjauhan, bukan berdekatan dengan Allah s.w.t. Taubat yang lebih halus adalah penghayatan dalam kalimat:

Tiada daya dan upaya melainkan anugerah Allah s.w.t. 

Kami datang dari Allah s.w.t dan kepada Allah s.w.t kami kembali.

Segala sesuatu datangnya dari Allah s.w.t, baik kehendak maupun perbuatan kita. Sumber yang mendatangkan segala sesuatu adalah Uluhiyah (Tuhan) dan yang menerimanya adalah ubudiyah (hamba). Apa saja yang dari Uluhiyah adalah sempurna dan apa saja yang datang dari ubudiyah adalah tidak sempurna. Uluhiyah membekalkan kesempurnaan tetapi ubudiyah tidak dapat melaksanakan kesempurnaan itu. Jadi, ubudiyah berkewajiban mengembalikan kesempurnaan itu kepada Uluhiyah dengan memohon ampunan dan bertaubat sebagai sarana menampung kecacatan. Segala urusan dikembalikan kepada Allah s.w.t. Semakin tinggi makrifat seseorang hamba, semakin kuat ubudiyahnya dan semakin dia memohon ampunan dari Allah s.w.t, mengembalikan setiap urusan kepada Allah s.w.t, sumber datangnya segala urusan.

Apabila hamba mengembalikan urusannya kepada Allah s.w.t, maka Allah s.w.t sendiri yang akan mengajarkan Ilmu-Nya yang halus-halus agar kehendak hamba itu berkesesuaian dengan Iradat Allah s.w.t. Kuasa hamba yang sesuai dengan Kudrat Allah s.w.t, akan menjadikan hidup seorang hamba sesuai dengan syariat Allah s.w.t. Dan bilamana pengetahuan seorang hamba menjalani hidup sesuai dengan Ilmu Allah s.w.t, maka jadilah hamba tersebut mendengar sesuai Sama’ Allah s.w.t. Jika seorang hamba melihat karena Basar Allah s.w.t, maka berkata-kata pun karena Kalam Allah s.w.t. Apabila semuanya berkumpul pada seorang hamba lainnya, maka jadilah hamba itu Insan Sirullah (Rahasia Allah s.w.t).

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

LISTEN TO QUR'AN

Listen to Quran